Kombinasi Indah Murakami, Hamaguchi, dan Nishijima Dalam Tiga Babak Drive My Car
Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar
Sebuah film yang teramat subtil dalam bercerita. Begitu lembut mengalun dalam menyampaikan kisah dan maknanya. Film yang semakin mengukuhkan status Ryusuke Hamaguchi sebagai seorang auteur. Sebelumnya, ia telah mendapatkan status itu lewat dua karya apik bertajuk Happy Hour (2015) dan Asako I & II (2018). Dua karya yang sangat kuat dan begitu puitis. Dua karya yang disamakan dengan satu hal: Berkisah mengenai pertemuan dan perpisahan dengan begitu indah dan dalam. Di tahun 2021 pun, ia sudah mengeluarkan film Wheel of Fortune and Fantasy yang juga berkisah mengenai hal tersebut.
Pertemuan, perpisahan, kehidupan, kematian, kebahagiaan, kesedihan. Itulah hal yang diramu dengan begitu indah oleh Hamaguchi di Drive My Car. Memanfaatkan materi yang juga sangat indah dari sang sastrawan besar Haruki Murakami. Film ini adalah sebuah puisi bergambar yang mengalir dan bergerak di layar selama tiga jam. Puisi yang memberikan penontonnya waktu dan medium untuk dapat merenungkan segala yang telah dijalani dalam kehidupa. Mengajak penontonnya untuk bertanya kembali akan apa saja yang sudah terlewat di dalam kehidupan yang begitu fana ini.
Baik itu tentang cinta, benci, amarah, dendam, atau apapun. Semuanya disampaikan dengan kelembutan yang membuat film ini begitu melekat di dalam hati. Tidak ada emosi yang berlebihan atau usaha untuk mendramatisir apapun. Hamaguchi menyajikan semuanya dengan apa adanya. Bahkan terkadang dari segi suara pun hampir bagaikan tidak dipoles. Ia membiarkan adanya derau/noise yang berasal dari lingkungan sekitar. Akibatnya, keotentikanlah yang didapatkan dari derau itu.
Salah satu kekuatan Hamaguchi yang selalu ada di dalam film-filmnya adalah bagaimana ia merefleksikan suatu karya seni lain sebagai pendukung filmnya. Di Happy Hour, hal itu adalah karya sastra. Di Asako, itu adalah fotografi dan seni akting. Kali ini, ia menunjukkan hal itu lewat seni teater.
Pertunjukan teater di sini menjadi salah satu fokus utama di dalam cerita. Pertunjukkan teater tersebut bukanlah hanya sekadar lewat. Tetapi itu adalah salah satu alat untuk menyampaikan isi dari cerita ini. Lewat seni teater inilah Hamaguchi menyampaikan kalau karya seni itu adalah refleksi dari kehidupan manusia. Seni dan kehidupan adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain.
Drive My Car adalah sebuah pencapaian artistik dan sinematik yang sangat tinggi. Sebuah film yang berada di atas film lain yang rilis tahun ini. Film ini menjadi pencapaian tertinggi Hamaguchi hingga saat ini. Pencapaian tertinggi di mana ia telah mencapai tingkat kematangan dalam membuat sebuah karya yang indah. Setiap jalinannya terasa pas dan tidak berlebihan. Film ini berhasil menyentuh hati penontonnya tanpa terlalu mencoba untuk overdramatis. Hal itulah yang membuat film ini terasa begitu tulus dan indah.
|
Judul |
: Drive My Car |
|
Sutradara |
: Ryusuke Hamaguchi |
|
Penulis Skenario |
: Ryusuke Hamaguchi, Takamasa Oe |
|
Genre |
: Drama |
|
Pemain |
: Hidetoshi Nishijima, Toko Miura,
Masaki Okada, Reika Kirishima, Park Yu-rim, Jin Dae-yeon, Sonia Yuan |
|
Rilis |
: 2 Maret 2022 (Klikfilm) |
|
Durasi |
: 179 Menit |
Sebuah film yang teramat subtil dalam bercerita. Begitu lembut mengalun dalam menyampaikan kisah dan maknanya. Film yang semakin mengukuhkan status Ryusuke Hamaguchi sebagai seorang auteur. Sebelumnya, ia telah mendapatkan status itu lewat dua karya apik bertajuk Happy Hour (2015) dan Asako I & II (2018). Dua karya yang sangat kuat dan begitu puitis. Dua karya yang disamakan dengan satu hal: Berkisah mengenai pertemuan dan perpisahan dengan begitu indah dan dalam. Di tahun 2021 pun, ia sudah mengeluarkan film Wheel of Fortune and Fantasy yang juga berkisah mengenai hal tersebut.
Pertemuan, perpisahan, kehidupan, kematian, kebahagiaan, kesedihan. Itulah hal yang diramu dengan begitu indah oleh Hamaguchi di Drive My Car. Memanfaatkan materi yang juga sangat indah dari sang sastrawan besar Haruki Murakami. Film ini adalah sebuah puisi bergambar yang mengalir dan bergerak di layar selama tiga jam. Puisi yang memberikan penontonnya waktu dan medium untuk dapat merenungkan segala yang telah dijalani dalam kehidupa. Mengajak penontonnya untuk bertanya kembali akan apa saja yang sudah terlewat di dalam kehidupan yang begitu fana ini.
Baik itu tentang cinta, benci, amarah, dendam, atau apapun. Semuanya disampaikan dengan kelembutan yang membuat film ini begitu melekat di dalam hati. Tidak ada emosi yang berlebihan atau usaha untuk mendramatisir apapun. Hamaguchi menyajikan semuanya dengan apa adanya. Bahkan terkadang dari segi suara pun hampir bagaikan tidak dipoles. Ia membiarkan adanya derau/noise yang berasal dari lingkungan sekitar. Akibatnya, keotentikanlah yang didapatkan dari derau itu.
Salah satu kekuatan Hamaguchi yang selalu ada di dalam film-filmnya adalah bagaimana ia merefleksikan suatu karya seni lain sebagai pendukung filmnya. Di Happy Hour, hal itu adalah karya sastra. Di Asako, itu adalah fotografi dan seni akting. Kali ini, ia menunjukkan hal itu lewat seni teater.
Pertunjukan teater di sini menjadi salah satu fokus utama di dalam cerita. Pertunjukkan teater tersebut bukanlah hanya sekadar lewat. Tetapi itu adalah salah satu alat untuk menyampaikan isi dari cerita ini. Lewat seni teater inilah Hamaguchi menyampaikan kalau karya seni itu adalah refleksi dari kehidupan manusia. Seni dan kehidupan adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain.
Drive My Car adalah sebuah pencapaian artistik dan sinematik yang sangat tinggi. Sebuah film yang berada di atas film lain yang rilis tahun ini. Film ini menjadi pencapaian tertinggi Hamaguchi hingga saat ini. Pencapaian tertinggi di mana ia telah mencapai tingkat kematangan dalam membuat sebuah karya yang indah. Setiap jalinannya terasa pas dan tidak berlebihan. Film ini berhasil menyentuh hati penontonnya tanpa terlalu mencoba untuk overdramatis. Hal itulah yang membuat film ini terasa begitu tulus dan indah.
Keindahan film ini semakin disokong dengan performa luar biasa dari sang aktor, Hidetoshi Nishijima. Performanya begitu kuat dalam menghidupkan karakter utama film ini. Sulit rasanya memisahkan film ini dengan beliau. Dia adalah motor utama dalam mesin ajaib yang dijalankan Hamaguchi. Sokongan dari rekan-rekannya juga semakin mengukuhkan hal itu. Sayang, ia tidak menyempurnakan hal itu dengan mendapatkan satu tempat di nominasi Best Actor Academy Awards 2022.
Pada akhirnya, Drive My Car adalah suatu persembahan indah yang dapat dijadikan sebagai medium perenungan. Sebuah karya seni yang begitu menggungah tanpa mencoba untuk terlalu mendramatisir kehidupan manusia. Sangat subtil dan sangat lembut. Benar-benar layak untuk dirayakan di seluruh dunia dan oleh penonton yang sebanyak-banyaknya.
Pada akhirnya, Drive My Car adalah suatu persembahan indah yang dapat dijadikan sebagai medium perenungan. Sebuah karya seni yang begitu menggungah tanpa mencoba untuk terlalu mendramatisir kehidupan manusia. Sangat subtil dan sangat lembut. Benar-benar layak untuk dirayakan di seluruh dunia dan oleh penonton yang sebanyak-banyaknya.

Comments
Post a Comment