About Dry Grasses, Karya Terbaru Nuri Bilge Ceylan yang Cukup Reflektif

oleh: Syafril Agung Siregar

Dalam karya-karyanya, Nuri Bilge Ceylan seringkali menggambarkan karakter utama yang memiliki idealisme yang begitu kokoh di tengah dunia yang tidak ideal. Hal ini sudah dimulai dari sejak film pertamanya dan semakin kokoh menjadi ciri khas film-filmnya sejak Once Upon a Time in Anatolia (2011) yang melambungkan namanya. Di film itu, terdapat seorang dokter yang memiliki idealisme tinggi di tengah masyarakat yang digambarkan bobrok. Karyanya yang memenangkan Piala Palem Emas di Cannes, Winter Sleep (2014) juga memiliki karakter utama yang sama, yaitu seorang aktor yang mencoba untuk idealis tetapi sulit untuk melakukannya. The Wild Pear Trees (2018) bahkan menyajikan karakter yang idealismenya sampai mengubur dirinya begitu dalam.

About Dry Grasses juga sama seperti karya Ceylan yang lain. Karakter utamanya adalah seorang guru yang memiliki idealisme yang begitu kental. Tetapi, ia terkadang dapat menyinggung orang lain kala berbicara mengenai idealisme tersebut. Ia cenderung kaku dalam berpendapat dan cenderung defensif dalam menyajikan tiap opini yang disampaikannya. Ia juga kurang mau terbuka dengan pendapat orang lain yang berbeda. Hal ini membuat penonton mungkin akan antipati secara perlahan padanya. Meskipun pada awalnya penonton merasa kasihan kepadanya terhadap masalah yang menimpanya.

Film ini pada awalnya berfokus pada kisah di mana ia mendapat masalah di sekolah tempatnya mengajar usai seorang murid mengadu kepada kepala sekolah. Ia dianggap telah melakukan perbuatan yang kelewatan batas. Meskipun tidak serta merta dihukum berat atas kasus tersebut, hal itu terlihat mempengaruhi kehidupannya. Terutama kondisi mentalnya yang mulai terlihat tertekan. Cerita kemudian bergeser ke kisah romansa segitiga antara ia, temannya sesama guru, dan seorang guru perempuan yang kehilangan kakinya kala menjadi tentara. Di sinilah lapisan-lapisan karakternya terungkap. Di sini pulalah penonton mulai merasa kesal dengannya. Dan mungkin berujung pada rasa benci yang cukup dalam.

Secara sekilas, About Dry Grasses akan terlihat sebagai sokongan terhadap hal-hal yang melanggar norma-norma masyarakat. Tetapi, apabila ditelaah lebih dalam film ini sebenarnya lebih banyak menyajikan ambiguitas moralitas sekaligus mempertanyakan mengenai idealisme masyarakat umum yang dibenturkan dalam berbagai pertanyaan-pertanyaan filosofis. Semua itu jadi sesuatu yang utuh kala monolog penutup film benar-benar menyajikan segala kegelisahan yang terdapat di benak sang karakter utama. Hal tersebut memang sama sekali tidak dapat menjustifikasi pikiran sang karakter dan segala yang ada di dalam dirinya, tetapi hal ini dapat menjadi sebuah refleksi yang dapat dipetik oleh penonton.

Dengan sinematografi indah yang disorot dengan rasio wide, film ini menyorot betapa dinginnya musim dingin di Anatolia yang penuh dengan salju. Gambar-gambar yang kebanyakan dibalut tanpa musik latar membuat film ini terasa menusuk sampai tulang. Kekuatan visual yang menjadi ciri khas Nuri Bilge Ceylan benar-benar dimanfaatkan dengan sangat baik di sini. Kekuatan yang membuat film ini benar-benar terasa menusuk dan menghantui perasaan dalam beberapa waktu yang cukup lama.

About Dry Grasses bukan karya yang sempurna. Dalam beberapa titik, durasinya yang panjang terlihat tak terlalu sempurna membingkai kisahnya dan hanya dipergunakan untuk mengeluarkan unek-unek sang karakter utama yang mungkin juga sama dengan sang sutradara sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai apakah film ini berdurasi panjang karena memang diperlukan, ataukah sekadar berdurasi panjang untuk mencoba memukau khalayak.

About Dry Grasses memiliki banyak hal yang dapat didiskusikan baik buruknya. Tetapi, dalam kisah ini Nuri Bilge Ceylan kembali berhasil menyajikan sebuah kisah mengenai perjalanan seseorang dengan idealismenya yang kaku walau terkadang idealisme itu dapat menguburnya dalam kesengsaraan yang mendalam. 

Comments