Khalifah Al-Ma'mun, Khalifah Pecinta Ilmu Pengetahuan yang Kontroversial di Kalangan Ulama
Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar
Ketika kita berbicara tentang Daulah Abbasiyah yang sangat dibanggakan umat Islam, nama-nama yang muncul tidak jauh-jauh dari sang pendiri, Abbas bin Abdul Muthallib, putranya Abdullah bin Abbas, kemudian Ibrahim Al-Imam, as-Safah, al-Mansur, Harun ar-Rasyid, dan Abdullah al-Ma'mun. Al-Ma'mun, yang naik takhta menjadi khalifah setelah saudaranya al-Amin pun menandai puncak kejayaan peradaban Islam. Baghdad, ibukota negara adalah pusat peradaban saat itu. Hal ini dipengaruhi juga oleh kemunduran Eropa usai runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat.
Al-Ma'mun adalah orang yang sangat cerdas. Imam Suyuthi menggambarkannya sebagai orang yang belajar hadits, fiqh, dan filsafat kepada banyak ulama dan ilmuwan. Ia adalah orang yang istimewa di bidang kemauan, kecerdasan, kewibawaan, dan kecerdikan. Dia juga seorang orator ulung. Diriwayatkan di Al-Bidayah wan Nihayah (10/302), dia dapat mengkhatamkan al-Qur'an 33 kali selama bulan Ramadhan.
Al-Ma'mun terkenal sangat mencintai ilmu pengetahuan. Di masa pemerintahannya, ia mengembangkan Darul Hikmah dengan sangat pesat. Ia menjadikan Darul Hikmah sebagai pusat dari ilmu pengetahuan dari tingkat rendah hingga tinggi. Darul Hikmah yang sebelumnya bersifat pribadi pun di masa al-Ma'mun menjadi perpustaakan negara dan pusat kajian.
Al-Ma'mun memerintahkan banyak ilmuwan-ilmuwan untuk menerjemahkan karya-karya ilmuwan besar. Bukan hanya ilmuwan muslim, ia juga mempekerjakan ilmuwan Yahudi dan Nasrani. Hunain bin Ashaq, seorang Nasrani adalah salah satu yang dipercaya menerjemahkan karya-karya Aristoteles, Plato, Hippocrates dan Galen. Al-Ma'mun juga mengirim utusan menghadap Raja Leo Armenia untuk meminta lebih banyak manuskrip ilmu pengetahuan.
Ilmuwan terbesar Islam, Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi adalah salah satu yang terkemuka bekerja di Darul Hikmah. Di situlah ia menyelesaikan karya besarnya, Al-jabr wa al-Mukabillah. Kitab Matematika yang kini lebih dikenal Aljabar atau Algebra.
Sebagai perbandingan kecintaan al-Ma'mun terhadap ilmu pengetahuan adalah biaya risetnya yang dua kali dana Medical Research Centre di Inggris saat ini. Gaji para ilmuwan juga dapat dikatakan setara dengan bintang-bintang papan atas sekarang. Tidak aneh kalau Baitul Hikmah dikatakan sebagai pilar perdaban islam yang merealisasilan perintah Iqra' di al-Quran.
Jika dibandingkan dengan zaman sekarang, dimana umat Islam seperti anti ilmu pengetahuan. Negara-negara Islam sangat jarang yang berinvestasi lebih di bidang riset. Hanya 0,81% dari total GDP 57 negara muslim yang diperuntukkan untuk riset.
DIDEKATI ILMUWAN DIJAUHI ULAMA
Al-Ma'mun adalah seorang science-oriented. Dia mendalami ilmu filsafat Yunani yang terkadang bertentangan dengan ajaran Islam tradisional. Karena itulah banyak pemikirannya yang berbeda dengan para ulama. Salah satu pemikirannya yang sangat berbeda adalah Mu'tazilah. Pemikiran liberal yang banyak disayangkan oleh umat islam.
Hal ini merupakan hal yang ironis. Mengingat di masa khilafah al-Ma'mun pun, masa kejayaan Islam pun yang berkembang pesat justru rasionalitas dan filsafat yang banyak diharamkan kini. Faham Mu'tazilah juga lebih populer dibandingkan Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Pemikiran ini menyebutkan kalau al-Qur'an adalah makhluk alih-alih terdahulu dari makhluk (qadim). Al-Makmun memaksa ulama untuk mengikuti pendapatnya ini. Salah satu yang terkemuka adalah peristiwa minhah, peristiwa dimana ulama ditest. Bagin yang sependapat dengan khalifah akan selamat sedangkan yang tidak akan dipersekusi.
Salah satu ulama yang kokoh dengan pendiriannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad yang memiliki ribuan pengikut menolak mengikuti kemauan sang khalifah meskipun berpura-pura. "Aku tidak mau pengakuanku menjadi dalil bagi orang-orang setelahku". Selengkapnya kisah ini dapat dibaca Al-Bidayah wan Nihayah karya Ibn Katsir, juz 10/298.
KHALIFAH DAN SYIAH
Khalifah Al-Ma'mun juga terkenal sangat dekat dengan Syiah. Lagi-lagi hal ini membuat ia jauh dari Ahlu Sunnah wal Jamaah. Ia lebih suka tinggal di kota Merw, daerah Iran yang banyak orang Syiah dan Persia. Ia juga sempat mengangkat Imam Syiah, Ali ar-Ridho sebagai putra mahkota. Hal ini pun semakin memanaskan keadaan. Ia beralasan bahwa pada masa Ali, banyak Abbasiyah yang diangkat menjadi pejabat maka ia juga ingin di Abbasiyah ada keturunan Ali.
Al-Ma'mun juga mengganti warna tradisional Abbasiyyah hitam dengan warna hijau Syiah sebagai pakaian resmi pejabat.
Di Baghdad, orang-orang mengangkat Ibrahim bin Mahdi, putra khalifah al-Mahdi. menjadi khalifah. Tetapi, keadaan kemudian mereda usai Ali ar-Ridho wafat sebelum al-Ma'mun. Ia pun kembali ke warna hitam dan membujuk keluarganya untuk kembali mendukungnya.
Al-Ma'mun wafat pada usia 47 tahun setelah bwrkuasa sekitar 20 tahun. Ia menunjuk saudaranya, Abu Ishak Muhammad bin ar-Rasyid sebagai penggantinya alih-alih putranya, al-Abbas. Pada masa al-Ma'mun jugalah tercatat Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi'i wafat. Wallahu A'lam.
Referensi: republika.co.id, geotimes.co.id, islami.co
![]() |
| Ilustrasi Kejayaan Islam |
Al-Ma'mun adalah orang yang sangat cerdas. Imam Suyuthi menggambarkannya sebagai orang yang belajar hadits, fiqh, dan filsafat kepada banyak ulama dan ilmuwan. Ia adalah orang yang istimewa di bidang kemauan, kecerdasan, kewibawaan, dan kecerdikan. Dia juga seorang orator ulung. Diriwayatkan di Al-Bidayah wan Nihayah (10/302), dia dapat mengkhatamkan al-Qur'an 33 kali selama bulan Ramadhan.
Al-Ma'mun terkenal sangat mencintai ilmu pengetahuan. Di masa pemerintahannya, ia mengembangkan Darul Hikmah dengan sangat pesat. Ia menjadikan Darul Hikmah sebagai pusat dari ilmu pengetahuan dari tingkat rendah hingga tinggi. Darul Hikmah yang sebelumnya bersifat pribadi pun di masa al-Ma'mun menjadi perpustaakan negara dan pusat kajian.
Al-Ma'mun memerintahkan banyak ilmuwan-ilmuwan untuk menerjemahkan karya-karya ilmuwan besar. Bukan hanya ilmuwan muslim, ia juga mempekerjakan ilmuwan Yahudi dan Nasrani. Hunain bin Ashaq, seorang Nasrani adalah salah satu yang dipercaya menerjemahkan karya-karya Aristoteles, Plato, Hippocrates dan Galen. Al-Ma'mun juga mengirim utusan menghadap Raja Leo Armenia untuk meminta lebih banyak manuskrip ilmu pengetahuan.
Ilmuwan terbesar Islam, Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi adalah salah satu yang terkemuka bekerja di Darul Hikmah. Di situlah ia menyelesaikan karya besarnya, Al-jabr wa al-Mukabillah. Kitab Matematika yang kini lebih dikenal Aljabar atau Algebra.
Sebagai perbandingan kecintaan al-Ma'mun terhadap ilmu pengetahuan adalah biaya risetnya yang dua kali dana Medical Research Centre di Inggris saat ini. Gaji para ilmuwan juga dapat dikatakan setara dengan bintang-bintang papan atas sekarang. Tidak aneh kalau Baitul Hikmah dikatakan sebagai pilar perdaban islam yang merealisasilan perintah Iqra' di al-Quran.
Jika dibandingkan dengan zaman sekarang, dimana umat Islam seperti anti ilmu pengetahuan. Negara-negara Islam sangat jarang yang berinvestasi lebih di bidang riset. Hanya 0,81% dari total GDP 57 negara muslim yang diperuntukkan untuk riset.
DIDEKATI ILMUWAN DIJAUHI ULAMA
![]() |
| Baghdad yang Megah |
Al-Ma'mun adalah seorang science-oriented. Dia mendalami ilmu filsafat Yunani yang terkadang bertentangan dengan ajaran Islam tradisional. Karena itulah banyak pemikirannya yang berbeda dengan para ulama. Salah satu pemikirannya yang sangat berbeda adalah Mu'tazilah. Pemikiran liberal yang banyak disayangkan oleh umat islam.
Hal ini merupakan hal yang ironis. Mengingat di masa khilafah al-Ma'mun pun, masa kejayaan Islam pun yang berkembang pesat justru rasionalitas dan filsafat yang banyak diharamkan kini. Faham Mu'tazilah juga lebih populer dibandingkan Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Pemikiran ini menyebutkan kalau al-Qur'an adalah makhluk alih-alih terdahulu dari makhluk (qadim). Al-Makmun memaksa ulama untuk mengikuti pendapatnya ini. Salah satu yang terkemuka adalah peristiwa minhah, peristiwa dimana ulama ditest. Bagin yang sependapat dengan khalifah akan selamat sedangkan yang tidak akan dipersekusi.
Salah satu ulama yang kokoh dengan pendiriannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad yang memiliki ribuan pengikut menolak mengikuti kemauan sang khalifah meskipun berpura-pura. "Aku tidak mau pengakuanku menjadi dalil bagi orang-orang setelahku". Selengkapnya kisah ini dapat dibaca Al-Bidayah wan Nihayah karya Ibn Katsir, juz 10/298.
KHALIFAH DAN SYIAH
![]() |
| Dinar di Era al-Ma'mun |
Khalifah Al-Ma'mun juga terkenal sangat dekat dengan Syiah. Lagi-lagi hal ini membuat ia jauh dari Ahlu Sunnah wal Jamaah. Ia lebih suka tinggal di kota Merw, daerah Iran yang banyak orang Syiah dan Persia. Ia juga sempat mengangkat Imam Syiah, Ali ar-Ridho sebagai putra mahkota. Hal ini pun semakin memanaskan keadaan. Ia beralasan bahwa pada masa Ali, banyak Abbasiyah yang diangkat menjadi pejabat maka ia juga ingin di Abbasiyah ada keturunan Ali.
Al-Ma'mun juga mengganti warna tradisional Abbasiyyah hitam dengan warna hijau Syiah sebagai pakaian resmi pejabat.
Di Baghdad, orang-orang mengangkat Ibrahim bin Mahdi, putra khalifah al-Mahdi. menjadi khalifah. Tetapi, keadaan kemudian mereda usai Ali ar-Ridho wafat sebelum al-Ma'mun. Ia pun kembali ke warna hitam dan membujuk keluarganya untuk kembali mendukungnya.
Al-Ma'mun wafat pada usia 47 tahun setelah bwrkuasa sekitar 20 tahun. Ia menunjuk saudaranya, Abu Ishak Muhammad bin ar-Rasyid sebagai penggantinya alih-alih putranya, al-Abbas. Pada masa al-Ma'mun jugalah tercatat Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi'i wafat. Wallahu A'lam.
Referensi: republika.co.id, geotimes.co.id, islami.co




Comments
Post a Comment