Rumah Kaca Pangemanann dan Sisa-Sisa Perjuangan Minke

Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar

Dokumentasi Pribadi

Tentang Tetralogi Buru
Buku IV- Rumah Kaca


Seorang tanpa prinsip adalah sehina hina orang, manusia setengik tengiknya - Pangemanann (halaman 99).

Jika tiga buku pertama diceritakan lewat sudut pandang Minke, maka buku keempat ini berbeda. Ia diceritakan melalui sudut pandang Jacques Pangemanann. Seorang polisi berdarah Menado yang besar di Perancis dan kuliah di Sorbonne. Seorang gamang yang kehilangan segalanya karena pengabdian terhadap pemerintah kolonial.

Alkisah, segala kesulitan Minke yang terjadi di akhir kisah ketiga tetralogi ini, terjadi atas kuasa Pangemanann. Ingat! Dengan dua n. Pangemanann yang mengagumi Minke dan menganggap Minke gurunya harus menjadi batu penyandung Minke. Suatu hal yang memilukan dan tragis.

Pengemanann mengingat kalau hidupnya dahulu aman dan damai dengan idealisme sebesar gunung. Saat itu ia masihlah seorang inspektur polisi. Hingga jabatan pun membentuknya menjadi monster yang ia sendiri pun tak mengenalnya lagi. Istrinya, Pauletta yang merupakan istri dan ibu yang baik pun sampai tak tahan dengan transformasi Pangemanann dari seorang yang berkeadilan tinggi menjadi seorang pemabuk yang dikacaukan oleh ketakutan akan ketidakpastian masa depan.

Usaha Mempertahankan Penjajahan  Hingga Pecahnya Perang Dunia

Cover Versi Internasional

Novel keempat ini mengikuti gaya novel ketiganya dalam bertutur. Menggunakan alur yang lumayan cepat, novel ini menyoroti beberapa kisah, kisah pertama adalah kisah para pejuang nasionalis dalam menyadarkan bangsanya untuk bangkit mengejar kemerdekaan. Kisah kedua bertutur soal upaya pemerintah Hindia Belanda dalam menekan pergerakan pemuda-pemudi bumiputera dalam membangkitkan bangsanya. Kisah ketiga adalah seputar kejadian dunia yang dikisahkan mempengaruhi keadaan di Hindia Belanda.

Dimulai dari kisah pertama yang berpusat pada beberapa murid-murid Minke. Ada Marko yang sejak awal selalu menggebu-gebu dalam menantang pemerintah kolonial. Ia tidak seperti Minke yang lebih tahu situasi. Ia terus menerus menyerang pemerintah Hindia Belanda hingga pemerintahan pimpinan Idenburg sudah siap untuk memberangusnya. Sebelum itu terjadi, ia sudah duluan kabur ke negeri Belanda. Untuk apa?

Ia berlayar ke negeri nan jauh di benua Eropa itu untuk mengejar seorang perempuan manis yang tak kalah soal kelantangan. Bedanya, perempuan ini lebih terpelajar dibandingkan Marko. Kata-katanya lebih rapi dan tertata. Dalam sekali baca, Pangemanann langsung tahu bahwa penulisnya adalah seorang gadis manis yang hidup berkecukupan. Perempuan itu adalah Siti Soendari, putri seorang pejabat di Pemalang.

Ada lagi tiga orang pemuda yang lantang suaranya. Lebih tertata dan lebih rapi dalam berorganisasi. Lebih jelas visi-misinya dalam berpolitik. Hal ini terlihat dari cara mereka menyampaikan pendapat. Mereka lah yang pertama menggunakan hal politik mereka. Di kemudian hari, tiga orang ini akan lebih dikenal sebagai Tiga Serangkai: Raden Mas Wardi, Douwager, dan dr. Tjipto.

Terakhir, ada Mas Tjokro yang merupakan pengganti Minke di Syarikat. Seorang yang di kemudian hari dikenal sebagai guru besar bangsa. Lebih dikenang bahkan dibandingkan dengan Minke.

Orang-orang ini lah yang dengan caranya masing-masing tumbuh dengan semangat nasionalismenya untuk meraih negara yang lepas dari penjajahan bangsa Eropa. Beverapa tampil sebagai tokoh garda depan, semakin dipuja oleh anak bangsanya. Sisanya, hilang di telan zaman.

Kisah kedua adalah anti-tesis dari kisah pertama. Berfokus pada usaha pemerintah Hindia dalam membasmi tokoh-tokoh di atas. Disinilah peran Pangemanann bermain. Pangemanann adalah penggerak dari gerakan penghacuran. Dalam melaksanakan siasat, ia tidak segan menggunakan cara-cara kotor. Meskipun cara-cara itu hampir membuatnya gila.

Pangemanan beberapa kali bahkan mengalamai halusinasi. Ia seperti didatangi oleh orang-orang yang telah diberantasnya. Bagian terburuk dari ini bagi Pangemanann adalah ia kehilangan keluarganya yaitu istri dan anak-anaknya.

Usaha-usaha pemerintah Hindia ini berbeda dari masa satu gubernur jenderal hingga masa gubernur jenderal yang lain. Pada masa Idenburg misalnya, cara-cara keras sering dipergunakan. Sedangkan pada masa van Limburg Stirum, sang gubernur jenderal lebih memilih bekerja sama dengan para nasionalis. Gaya pendekatan memang berbeda. Meski pada dasarnya intinya hanya satu, mempertahankan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

Di tengah gencarnya usaha itulah, kisah ketiga turut mempengaruhi kisah-kisah lain. Perang pecah akibat terbunuhnya seseorang di Sarajevo. Perang turut membuat pemerintah Hindia gelisah. Sisa-sisa trauma akibat Perang Napoleon masih tersimpan dalam ingatan. Mereka takut Perancis akan menimpakan senjatanya sekali lagi dan meluluh lantak kan negeri kincir angin. Terlebih keselamatan sang junjungan negara, Sri Ratu Wilhelmina.

Bukan hanya kisah tentang perang dunia, kisah ketiga juga menyinggung tentang negara di utara benua Amerika, Amerika Serikat yang secara perlahan membangun kekuatannya. Negara yang lebih bebas dibandingkan kebanyakan negara Eropa, baik secara pikiran maupun secara pergerakan politik.

Ketiga kisah ini saling mempengaruhi dan menjadi fokus utama cerita di buku ini. Membentuk suatu keutuhan cerita. Tak terpisahkan satu sama lain.

Pangemanan dan Dunia Sekitar

Eyang Pram dalam Tahun
Kisah ini turut dibumbui dengan hubungan-hubungan Pangemanann dengan banyak karakter-karakter lain. Mulai dari bagaimana ia begitu mengutuk pekerjaan Robert Suurhoff yang hanya menekan yang lemah. Lucunya, ia tetap menggunakan jasa orang ini ketika itu menguntungkannya. Tentu saja tetap mempertahankan penghinaan kepada Suurhoff. Saking jijiknya, ia bahkan tak sedikitpun menampakkan simpati Ketika Suurhoff cacat karena menjalankan perintahnya.

Kisahnya bersama pelacur paling cantik di Betawi, Rientje De Roo juga menarik untuk dibahas. Ia yang sering menganggap Rientje adalah putrinya ini akhirnya tak tahan juga. Dibalut dengan kegilaan, ia harus mengingkari prinsip-prinsipnya dan meniduri Rientje.

Ada lagi kisah saat ia kelimpungan menghadapi tuntutan para atasannya. Pertemuan demi pertemuan dengan para atasan yang penuh tuntutan itu semakin menghancurkan isi dalamnya. Berbeda dengan Minke yang dengan pertemuan memberinya perspektif baru, pertemuan yang dilakukan Pangemanann malah membuatnya semakin terpuruk.

Masalah utama Pangemanann adalah kemunafikan dan ambisi yang tak terkendali. Ia terus saja mencoba untuk membenarkan segala keputusan yang sudah diambilnya. Ia juga terus menerus dengan penuh kesadaran menyalahkan segala tindakannnya. Rasa sesal yang seringkali terlihat dangkal karena tidak adanya tindakan yang nyata.

Yang ada padanya hanyalah niat yang sebenarnya tidak dapat merubah apapun jika nir-aksi. Niat saja tidak cukup. Manusia butuh bertindak dan Pangemanann adalah orang yang nol tindakan. Ia baru berani bertindak di akhir cerita. Ia dibalik oleh seseorang. Siapakah pembaliknya? Sanikem Le Boucq (Nyai Ontosoroh). Lagi-lagi dia.

Penutup


Akhirnya, Rumah Kaca adalah bagian kesukaan saya yang kedua dari tetralogi ini. Jika diurutkan, di nomor pertama saya punya Jejak Langkah, disusul oleh Rumah Kaca, kemudian Bumi Manusia, ditutup oleh Anak Semua Bangsa.

Rumah Kaca adalah buku yang berbeda dengan tiga pendahulunya. Sudut pandangnya yang berbeda benar-benar memberikan pengalaman yang berbeda bagi para pembaca. Pangemanann mungkin mempunyai jiwa yang baik. Tetapi, tanpa tindakan yang benar, kebaikan hati itu akan tetap menjadi kebobrokan tingkah laku yang perlu diperbaiki.

'Selama tidak ada bersangkut-pautan dengan persoalan perkelaminan, kata tuan L. pada suatu kali, dimana pun Tuan akan temukan wanita Hindia yang luarbiasa, menjulang di atas rata-rata kaum prianya. Sejak jaman purba, Tuan. Kurang apakah puji-pujian pada keadilan Rati Shima? Yang terakhir dunia mengagumi Tjut Nyak Dien' - Pangemanann. (halaman 502)

#30DWCDay10
#Squad5

Comments