Joker yang Kelam, Phoenix yang Menakjubkan

Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar


Sumber: imdb.com

Judul
: Joker
Sutradara
: Todd Phillips
Penulis Skenario
: Todd Phillips, Scott Silver
Genre
: Drama, Thriller, Crime
Pemain
: Joaquin Phoenix, Zazie Beetz, Robert De Niro, Josh Pais, Frances Conroy, Mark Maron
Rilis
: September 2019
Durasi
: 122 Menit

 Dunia nyata dan dunia maya masih riuh. Bioskop-bioskop masih ramai dikunjungi oleh para calon penonton. Para penggemar pencinta keributan tidak henti-hentinya saling menyudutkan di media sosial. Yang diperdebatkan tentu saja tentang mana yang lebih baik, film terlaris sepanjang masa, Avengers Endgame garapan Marvel atau film terbaru karya DC, Joker.

Sebenarnya perdebatan antara dua film ini tidak relevan dengan genre keduanya. Avengers Endgame adalah film drama-aksi-superhero yang layak diperhitungkan sebagai salah satu film terbaik di tahun ini. Joker, di sisi lain adalah film yang lebih intens. Drama-crime-psychological thrillernya benar-benar mengundang pujian dari banyak pihak. Penonton Festival Film Venice misalnya, memberikan standing applause delapan menit kepada karya sutradara Todd Phillips (the Hangover) dan dibintangi oleh Joaquin Phoenix. Film yang juga mendapatkan Golden Lion di ajang yang sama juga mendapat ulasan positif dari banyak kritikus film. Sebagus apa sih sebenarnya film ini?

Pendekatan Joker yang Berbeda

Tarian Menyakitkan Hati Arthur Fleck

Joker bercerita tentang Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) yang merupakan seorang badut yang nampak sangat menikmati pekerjaannya. Sehari-hari, Arthur menjalani profesinya dengan sepenuh hati. Hingga pada suatu hari, Arthur dipukuli oleh beberapa anak muda yang menganggapnya rendah. Di insiden itu, papan iklan yang dipinjamkan oleh klien padanya patah dan ia pun diperingatkan oleh bosnya Hoyt (Josh Pais).

Dalam adegan selanjutnya, Arthur ketahuan membawa pistol ke sebuah pesta anak-anak. Pistol itu didapatkan dari teman kerjanya Randall (Glenn Fleshler). Akibat ini, ia kemudian dipecat dari pekerjaannya. Ketika ia sedang di kereta api saat perjalanan pulang, ia bertemu dengan tiga orang petinggi Wall Street yang mengganggu orang lain. Ia kemudian menembak mati mereka. Penembakan ini terlihat sebagai 'hukuman' bagi penjahat dan Arthur sebagai 'penghukumnya'. Pola yang sama kembali terulang bagi pembunuhan-pembunuhan lainnya yang dilakukan oleh Arthur.

Sebenarnya, saya tidak menemukan sesuatu yang istimewa dari naskah film ini. Meskipun bagus, semuanya masih nampak biasa dan tidak terlalu menonjol. Tetapi, hal itu semua dapat tertutupi oleh aspek teknis yang luar biasa.

Dimulai dari sinematografi yang epik, kostum dan makeup yang luarbiasa, hingga tata suara yang benar-benar masuk ke dalam cerita. Sanjungan khusus saya berikan kepada komposer Hildur Guðnadóttir yang mampu meramu musik dengan sangat bagus, hampir sempurna. Tema mencekam yang ditawarkan oleh film ini benar-benar dapat diterjemahkan oleh komposer asal Islandia ini.

Aspek terbaik dari film ini tentu saja adalah penampilan sepektakuler sang bintang utama, Joaquin Phoenix. Hal ini dapat dilihat dari usaha Phoenix dalam memainkan peran Joker. Phoenix sampai harus menurunkan bobot tubuhnya hingga 52 pounds atau 25 kg. Ia bahkan mengakui kalau ia sampai harus mengalami gangguan syaraf.

Kepada Associated Press ia berkata, "Semuanya berubah ketika targetnya (berat badan red) sudah tercapai."

Kelainan Tertawa Arthur Fleck
Kondisi Otak Pseudobalbar Affect

Di film ini, Arthur dinampakkan sering tertawa tiba-tiba. Saya dan teman saya beranggapan kalau tawanya adalah tawa kesedihan. Seorang Arthur ketika disakiti pun tetap tertawa. Sebenarnya, tawanya itu bukanlah untuk merendahkan lawan bicaranya. Tetapi, efek dari penyakitnya, Pseudobalbar Affect (PBA).

Pseudobalbar Affect (PBA) adalah suatu kelainan dimana pengidapnya dapat tiba-tiba tertawa atau menangis. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada syaraf neurologinya. Dilansir dari mayoclinic.org, ada beberapa penyebab pseudobalbar affect, yaitu: stroke, Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), Multiple Sclerosis (MS), cedera otak traumatis , penyakit alzheimer, dan penyakit parkinson.

Seorang pengidap biasanya tidak dapat mengendalikan tawanya. Hal inilah yang kadang-kadang membuat orang yang tidak tahu merasa tersinggung. Disinilah perlunya sama-sama paham akan keadaan ini. Di filmnya sendiri, beberapa kali diperlihatkan beberapa orang tersinggung akan tawa Arthur yang tiba-tiba.

Tirto.id melansir dari National Stroke Association bahwa ada lebih dari satu juta orang menderita Pseudobalbar Affect (PBA).

Joker Sebagai Obat yang Mujarab

Setuju gak geng?


Sebelas tahun sudah berlalu sejak terakhir kali karakter Joker tampil luar biasa di layar lebar. Saat itu Joker diperankan oleh mendiang Heath Ledger dengan luar biasa, mendekati sempurna. Ia berhasil menampaklan sisi Joker yang merupakan penjahat ulung aliran nihilistik dan dapat menyusahkan pahlawan super sekelas Batman. Ledger saat itu diganjar oleh penghargaan Aktor Pendukung Terbaik di Oscar 2009. Ledger sendiri mati usai overdosis obat penenang. Hal ini adalah efek dari akting sebagai Joker yang tidak dapat dikendalikannya.

Setelah kegagalan Joker di film Suicide Squad yang diperankan oleh Jared Leto, Joker pun kembali diperankan oleh Joaquin Phoenix. Dan kali ini, Phoenix berhasil menyamai (kalau tidak bisa melewati) pencapaian Ledger. Berbeda dengan film-film lain dimana Joker diperlihatkan sebagai penjahat psikopat yang sadis, kali ini Jokerlah tokoh utamanya (tetap sadis sih). Untuk pertama kalinya, Joker dibuatkan kisah asal-usulnya (origins). Sang sutradara sendiri, Todd Phillips mengaku kalau mereka tidak mengikuti apapun dari komiknya.

“Kami tidak mengikuti apapun dari buku komik, yang mana akan membuat banyak orang marah,” tandas Phillips dikutip dari Empire. Phillips menambahkan, Joker dalam film yang digarapnya lebih membahas tentang asal-usul penjahat eksentrik itu. “Kami hanya menulis versi kami sendiri terkait Joker berasal. Itu adalah hal yang menarik untukku. Kami bahkan tidak mengerjakan Joker, namun ceritanya tentang kemunculan Joker,” bebernya.

Dikarenakan film ini memang menceritakan tentang Joker, maka mau tidak mau penonton pun diarahkan untuk simpati dengan karakter Joker. Dan begitulah, berbeda dengan reputasi Joker yang melakukan kejahatan untuk bersenang-senang atau seorang nihilistik sejati, Joker di film ini malah terlihat hanya membalas perbuatan orang-orang jahat. Dalam satu adegan ia dalam ilusinya berkata: 'kematian orang-orang jahat itu hanya mengurangi satu orang jahat. Masih ada satu juta lagi.'

Betul-betul pendekatan yang berbeda, Kan?

Joker Menginspirasi Penjahat?

Nope!!!


Jadi begini, ada beberapa orang yang berpendapat jika film ini dapat meningkatkan perbuatan kriminal atau menginspirasi orang lain berbuat kejahatan. Masalahnya begini, banyak kejahatan sendiri yang terjadi tanpa adanya film ini. Seorang kriminal, dengan atau tanpa adanya film Joker akan tetap berbuat hal-hal diluar hukum. Menginspirasi orang baik melakukan hal gila? No, just no. Enough. Stop it.

Mojok sendiri sudah menuliskan berbagai opini mengapa Tanpa jokerpun orang-orang (terutama Indonesia) sudah bisa melakukan hal-hal gila. Contohnya: masih banyak orang yang berpendapat untuk menghukum penjahat dengan hukuman sadis. So...

Penutup


Joker adalah film yang bernuansa kelam. Ceritanya sebenarnya biasa saja tanpa plot yang istimewa bahkan terkadang nampak berlebihan dan tidak realistis. Tetapi, disokong dengan aspek teknik yang luar biasa, film ini pantas disebut sebagai salah satu yang layak dipertimbangkan sebagai jagoan di Oscar 2020 nanti.

Akting Joaquin Phoenix adalah jualan utama film ini. Film ini tampil dengan benar sebagai proses kegilaan seorang anak manusia.

Bonus: “I used to think my life was a tragedy, but now I realize it's a comedy” - Arthur Fleck.

#30DWC
#30DWCJIlid20
#Day1

Comments