Cinta Itu Buta? Bagaimana Jika Itu Bukan Sekadar Kata-Kata Indah

Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar





Judul
: Cinta Itu Buta
Sutradara
: Rachmania Arunita
Penulis Skenario
: Sigrid Andrea Bernardo, Fanya Runkat, Renaldo Samsara
Genre
: Drama, Romance, Komedi
Pemain
: Shandy Aulia, Dodit Mulyanto, Chae In-Woo. Rachmania Arunita, Gemilang Sinatrya
Rilis
: Oktober 2019
Durasi
: 86 Menit

"Cuma orang Indonesia yang Latah" -Nik

Cinta itu buta? Hah? Cinta itu memandang fisik woi! Gak mungkinlah cinta itu gak memandang fisik! Emangnya kalau lo pertama liat cewek/cowok lo tahu dia itu baik? Bullshit! Cinta itu blablabla.

Sebelum kalian mencecar saya dengan kata-kata itu, saya akan membela diri dahulu. Memang ketika kita melihat cewek cantik atau cowok tampan, kita merasa ada sesuatu yang bergetar dari diri kita. Apakah itu cinta? Bukan. Itu namanya ketertarikan fisik (physical interest). Kita tertarik pada fisiknya. Jadi, kok kepikiran? Disinilah hormon seks kita bekerja. Sama seperti ketika kita menonton film dan 'jatuh cinta' dengan aktor/aktrisnya.

Kemudian, kita pun dekat dengannya dan sering melihat satu sama lain. Semakin mengenal sifat-sifatnya. Kita pun merasa sudah jatuh cinta. Belum, kita belum jatuh cinta. Kita masih kagum. Just that. Kita kagum karena dia pintar, bisa ini itu, baik, dan lain-lain. Kenapa saya bilang itu belum cinta? Entahlah, cinta itu sangat absurd sulit untuk didefinisikan.

Begini, jika kita bilang cinta itu memandang fisik, bagaimana kakek dan nenek masih saling mencinta sampai usia tua menghampiri. Jika cinta itu memandang kebaikan hati, di luar sana banyak orang yang mencintai penjahat, kriminal. Jika itu tentang harta, banyak loh yang bahagia hidup bersama dalam kemiskinan. Cinta itu tak berbentuk tetapi dapat dirasakan.

Tetapi, semua itu tercipta karena diawali dengan kecintaan manusia akan keindahan. Karena itulah, maka wajar bila keindahan fisik dapat menjadi pintu gerbang menuju cinta. Setidaknya ada sesuatu hal yang membuat orang tertarik dengan kita.

Begitulah premis cerita film ini. Tapi, sesuai judulnya, kali ini cinta itu 'memang buta'. Itu bukan perumpamaan, tetapi secara literal. Menceritakan tentang Diah (Shandy Aulia), seorang pemandu wisata di sebuah kota di Korea Selatan, Busan. Beberapa kali ia sudah mengalami kegagalan dalam dunia percintaan, hingga bertemulah ia dengan Jun-Ho (Chae In Woo), pemuda Korea Selatan yang ditemuinya di sebuah kafe usai patah hati.

Diah yang menjalani hubungan dengan serius pun kemudian mendapati Jun-Ho berselingkuh di belakangnya dengan temannya yang berasal dari Indonesia juga. Akibat dari stres dan benturan ketika ia terjatuh di jalan, ia pun kemudian terkena buta sementara (temporary blind). Dokter mengatakan kalau ia bisa mendapatkan penglihatannya kembali jika ia dapat hidup lebih bahagia.

Di tengah kegelapan itulah ia kemudian bertemu dengan Nik (Dodit Mulyanto). Nik yang sebelumnya juga mengalami hal serupa (ditikung teman red), kemudian mencoba menghibur Diah. Hal yang awalnya ditanggapi dingin oleh Diah. Tetapi, kegigihan Nik rupanya membuahkan hasil. Mereka dekat hingga saling suka dan kemudian pacaran. Semua itu terjadi dengan Diah tidak dapat melihat wajah Nik.


Semua pertemuan mereka nampak kebetulan hingga sebuah pengungkapan yang merupakan bagian terbaik film ini. Pengungkapan yang begitu dalam meskipun ditulis dengan tulisan yang seolah-olah bercanda. Mungkin beberapa orang akan menangis di bagian ini.

Di lima belas menit pertama, film ini benar-benar terlihat seperti film yang dibuat oleh negara ginseng. Terutama karena dialog-dialog di bagian pembuka ini lebih banyak berbahasa Korea. Bukan hanya karena bahasa, pengambilan gambar di menit-menit awal ini juga tergolong agak berbeda dari film Indonesia kebanyakan.

Dari ranah aktingnya menurut saya gak ada yang terlalu istimewa. Kedua aktor utamanya bermain standar. Tidak terlalu buruk, tetapi kadang terlihat canggung dan tidak natural. Meskipun, Shandy beberapa kali masih dapat menunjukkan totalitasnya dalam berakting. Terutama ketika buta. Untuk Dodit, ia memang tampil sangat menghibur bahkan menjadi salah satu yang membuat film ini 'pecah' tetapi aktingnya, masih butuh banyak belajar lagi.

Pujian saya berikan kepada sinematografernya. Gambar-gambar yang dihasilkan di film ini rata-rata ganas semua. Amazing. Meningkatkan minat saya untuk mengadakan perjalanan ke Korea Selatan. Wow. Kayaknya tujuan utama film ini ya memang promosi wisata.

Apalah film tanpa musik. Ini adalah film kesekian yang saya tonton akhir-akhir ini yang memiliki nomor-nomor lagu yang mantap. Kalau soal menciptakan playlist lagu orang Indonesia memang sangat jago, apalagi sekelas sutradara ya kan?

Sedikit kritik untuk Shandy Aulia, gaya ngomongnya kok masih ada Titanya Eiffel in Love ya? Meski ketika bicara dalam bahasa asing, gaya ngomong itu hilang. Meskipun menurut saya menggemaskan, tetapi itu seharusnya gak terjadi. Tetapi, orang ini emang gak menua ya?

Penutup


Film ini merupakan film romantis komedi yang menghibur. Diluar akting yang tergolong biasa dan narasi yang sama standar dan klisenya. Film ini mampu tampil oke dari segi sinematografi dan musiknya yang memanjakan mata dan telinga. Mungkin, film ini akan sangat cocok dijadikan media promosi wisata. 

#30DWCDay3

Comments