Hee-Chan Hwang, Van Dijk, dan Sepakbola Indonesia Yang Mandek

Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar

Hee vs Van Dijk!!!

Jakarta, 12 Oktober 2013. Sorak sorai berkumandang di seluruh penjuru Nusantara. Senyum-senyum bahagia menyinari wajah-wajah anak negeri. Bagaimana tidak, dalam sekian puluh tahun, tim nasional kebanggaan negeri ini kembali mengepakkan sayapnya di kancah dunia, Asia tepatnya. Tim yang dilatih oleh pelatih berdarah Minangkabau, Indra Sjafri berhasil mempercundangi tim hebat asal Asia Timur, sang juara bertahan, Korea Selatan. Kemenangan 3-2 itu dipersembahkan lewat tiga gol Evan Dimas. Hal ini melanjutkan kemeriahan perayaan kemenangan Indonesia atas Vietnam di Final Piala AFF 2013 beberapa bulan sebelumnya.

Liverpool, 2 Oktober 2019. Enam tahun telah silam. Seorang pemain yang beberapa tahun yang silam hanya dapat menunduk di atas rumput basah dan tanah becek Gelora Bung Karno kini berhasil megecoh sang pemain terbaik Eropa 2019, Virgil van Dijk. Meskipun kalah, pemain muda itu berhasil dibicarakan di media-media ternama. Pemuda itu adalah Hee-Chan Hwang. Pemain yang juga telah memberikan medali emas Asian Games 2018 cabor sepakbola kepada negaranya.

Nan jauh di belahan selatan dunia. Di negeri khatulistiwa, beberapa minggu sebelum terkenalnya Hee di media-media dunia, negara yang membabat mereka 2013 lalu terancam gugur dini dari Kualifikasi Babak Kedua Piala Dunia 2022. Tim itu dihantam 2-3 oleh negara tetangga, Malaysia dan 0-3 oleh Thailand. Dua kontras yang berbanding terbalik. Menampakkan sisi sepakbola kita yang masih jauh dari kata mentereng. Apa yang salah?

Tim Muda Melaju Mulus, Tim Tua Pupus

Image result for hee chan hwang vs indonesia 2013
Enam Tahun Lalu

Tahun ke tahun masalah sepakbola Indonesia selalu sama. Tim mudanya selalu mampu berbicara di kancah dunia. Sedangkan para abang-abang mereka selalu kandas. Prestasi terbaik mereka (tim senior) sejak 2010 hanyalah menjadi runner-up di Piala AFF. Di kurun waktu yang sama tim U-23 sudah dua kali menjadi runner-up SEA Games, menembus 16 besar Asian Games, dan baru saja memenangkan Piala AFF U-23 2019. Tim U-19 lebih mentereng lagi. Tim yang diisi Evan Dimas dkk sudah menjuarai Piala AFF U-19 2013 dan menembus Piala Asia U-19. Tim generasi selanjutnya yang diisi Egi Maulana Vikri juga masih sanggup menjadi rinner-up piala AFF. U-16? Jangan tanya lagi. Mereka baru saja lolos ke Piala AFC U-16 dengan membantai lawan-lawannya termasuk gelontoran 15 gol ke gawang Tim Nasional Kepulauan Mariana Utara.

Ada beberapa argumen masuk akal yang dapat diberikan terhadap mandeknya prestasi Timnas Indonesia. Menurut Mantan Pelatih Timnas Indonesia, Jacksen F. Tiago salah satu alasannya adalah pemahaman taktik yang buruk. Ia sendiri menjelaskan ini sebelum kekalahan Indonesia melawan Malaysia, sebulan lalu.

Kepada beritagar.id ia berkata bahwa pemain timnas sering menolak saran pelatih soal perubahan taktik. Apalagi jika itu berada di tengah pertandingan. Ia juga menyebutkan bahwa meskipun secara kualitas, Indonesia berada di atas Malaysia, ia tak akan terkejut bila Indonesia dikalahkan oleh Malaysia.

'Malaysia itu kuat dengan penerapan text book-nya. Sangat sempurna.' Ujarnya.

Hal ini dapat terlihat dari hasil pertandingan. Di paruh pertama Indonesia sudah unggul 2-1. Tetapi, ketika Malaysia mengganti taktiknya di babak kedua, Timnas masih saja asyik bermain dengan pola yang sama. Tak ada perkembangan. Alhasil Malaysia bangkit dan membalikkan kedudukan menjadi 3-2.

Opini buruk lagi-lagi keluar dari Mantan Pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl. Pelatih ini adalah satu-satunya pelatih yang sanggup memberikan prestasi lumayan bagi timnas senior. Dua medali perak Indonesia di Piala AFF (2010 dan 2016) terjadi saat ia menjadi pelatih. Ia mengungkap kalau makanan para pemain timnas sangat tidak sehat.

Kepada Tempo ia mengungkap bahwa pemain Timnas sangat suka memakan makanan yang tidak bergizi seperti kerupuk dan gorengan. Bayangkan saja, makanan yang untuk orang non-atlet saja tidak sehat apalagi untuk pemain sekelas atlet.

Sebagai perbandingan, ketika Timnas U-19 menjuarai Piala AFF 2013, Indra Sjafri sangat mengatur makanan mereka. Tugas ini diberikan secara khusus kepada Alfan Nur Asyhar. Sang dokter mengatur pola makan yang sehat dengan melarang makanan seperri sambal, gorengan, dan penyedap rasa. Ia mengatur makanan pagi, siang, dan malam yang benar-bebar sehat seperti roti dan susu untuk sarapan, nasi atau kentang ditambah sayur dan ikan untuk siang dan malam. Hasilnya benar-benar sesuai dengan usahanya.

Image result for indonesia kalah dari malaysia 2019
Kekalahan Teranyar Indonesia Lawan Malaysia


Masalah yang paling kentara di sepakbola kita adalah ridak adanya pembinaan usia muda yang serius. Masih teringat dengan jelas ketika Indra Sjafri harus belusukan untuk mencari 23 pemain untuk timnas Indonesia U-19 sekitaran tahun 2012 silam. Seharusnya hal-hal seperti ini tidak perlu terjadi apabila pembinaan kita sudah bagus.

Saya beri contoh Vietnam, Thailand, atau bahkan Malaysia. Vietnam misalnya. Ketika tim U-23 mereka menggemparkan Asia dengan menjadi runner-up pada 2018 lalu, setengah pemainnya merupakan jebolan Akademi Arsenal JMG. Sebuah kolaborasi antara klub Arsenal asal Inggris dan JMG Academy asal Perancis. Salah satu jebolan ajademi ini adalah Nguyen Chong Puong yang dijuluki Messi asal Vietnam

Adanya akademi standart tinggi seperti ini kemudian menginspirasi akademi-akademi lain di Vietnam. Vietnam pun dapat merasakan manfaatnya. Mereka tidak pernah kekurangan pemain bintang. Semuanya silih berganti saling membantu. Hasil teranyar: Juara Piala AFF 2018.

Indonesia sendiri sudah mulai sadar akan pengembangan pemain muda ini. Meskipun terlambat dan belum semaju negara lain, daripada tidak? Lagipun hasilnya sudah mulai nampak. Ya kita lihat saja 10 tahun lagi. Semuanya butuh proses.

Pembenahan yang paling penting dari semua itu adalah kompetisi lokal. Jika negara yang kompetisi lokalnya serapi Inggris saja masih kurang beruntung di sepakbola dunia, bagaimana kita bisa menarget muluk dengan kompetisi yang tidak jelas jadwalnya. Pertandingan pekan pertama bisa dimainkan usai jeda paruh musim misalnya.

Terakhir, PSSI tidak perlu menarget muluk. Nikmati prosesnya, jangan hanya panas di awal kemudian patah arang. Kita butuh serius, penonton sepakbola Indonesia yang terlalu mencintai negerinya ini butuh balasan yang layak. Adios. 

Referensi: beritagar.id, tirto.id, tempo.co, esquiresg.com

Comments