Hustlers, Kisah Pekerja Seks yang Dibalut Krisis Ekonomi

Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar

imdb.com

Judul
: Hustlers
Sutradara
: Lorene Scafaria
Penulis Skenario
: Lorene Scafaria
Genre
: Drama, Crime
Pemain
: Constance Wu, Jennifer Lopez, Julia Stiles, Keke Palmer, Lili Reinhart, Gerald Earl Gillum, Wai Ching Ho, Cardi B
Rilis
: September 2019
Durasi
: 110 Menit

"I don't want to be dependent on anybody" - Destiny

Masalah keuangan adalah masalah yang sangat sering dihadapi semua orang. Banyak masalah dunia yang diawali dengan uang. Korupsi, perampokan, dan begal adalah beberapa contoh dari perbuatan kriminal yang dikarenakan uang dan juga demi uang.

Begitulah premis dasar Hustlers. Bercerita tentang Destiny (Constance Wu), seorang wanita muda berdarah Amerika-Tiongkok yang bekerja di sebuah klub malam sebagai seorang penari striptis. Destiny yang sebelumnya bekerja sebagai pramutama di Las Vegas mengalami berbagai kesulitan ekonomi. Mulai dari tips yang sedikit karena pengalamannya yang masih sedikit hingga kejdian dimana ia dipalak oleh bosnya.

Ia kemudian bertemu dengan Ramona (Jennifer Lopez), penari senior yang sudah terbiasa menundukkan para lelaki berdasi level atas. Dari sinilah ia kemudian belajar soal teknik-teknik menggaet uang banyak. Kehidupannya perlahan membaik hingga krisis keuangan pecah di 2008. Bisnis striptik lesu dan banyak penari yang berhenti dari pekerjaan, termasuk Destiny.

Selama tiga tahun, ia dan Ramona kehilangan kabar. Destiny sendiri sudah melahirkan seorang putri hasil cintanya dengan Johnny (Gerald Earl Gillum) yang ia beri nama Lily. Johnny kemudian meninggalkan mereka sehingga ia mengalami krisis keuangan. Di tengah kesulitan itulah ia kembali bertemu dengan Ramona.

Pertemuan dengan Ramona sekali lagi membawa angin segar bagi Destiny. Bedanya, kali ini menjadi penari striptis bukanlah pilihan yang bijak. Klub sudah sepi akibat krisis. Sebagai solusi, Ramona kemudian mengajak Destiny serta dua rekan mereka, Mercedes (Keke Palmer) dan Annabelle (Lili Reinhart) untuk menjalankan 'bisnis' penipuan lelaki-lelaki kantong tebal.

Kekuatan utama Hustlers ada di Jennifer Lopez. Penampilan memukaunya berhasil membuat jajaran pemain lain terjangkit virus penampilan memukau. Meskipun sang tokoh utama, Constance Wu seringkali kehilangan momen-momen hebat, secara keseluruhan, jajaran castnya layak diberikan apresiasi khusus.

Naskah film ini sangat rapi dengan alur maju-mundurnya. Plot-twist diujung benar-benar tidak terungkap hingga akhir. Runtutan persitiwanya juga mudah untuk dipahami meskipun seringkali saya kehilangan beberapa poin penting. Untungnya, poin-poin yang hilang itu dapat menyatu kembali karena kuatnya usaha penulis naskahnya untuk menghindari plothole.

Sang sutradara sendiri mampu mengarahkan jajaran anggotanya untuk memberikan yang terbaik bagi film ini. Bukan hanya aktor, jajaran yang bekerja di bidang teknis juga mampu mempersembahkan sesuatu yang memukau. Satu yang paling menonjol adalah sinematografinya.

Dinamis dan atraktif adalah kata-kata yang saya berikan pada gambar-gambar di film ini. Gambar-gambarnya dapat menyorot berbagai detail-detail khusus yang diperlukan untuk menjelaskan beberapa titik cerita. Ditambah dengan suntingan yang asyik, film ini pun semakin menggigit di dapur sinematografi.

Sisi tata busana dan tata rias juga mendapat perhatian khusus dari saya. Dua unsur penting dari sebuah film ini dapat membuat saya jatuh cinta serta memudahkan saya dalam mengenali tokoh-tokohnya.

Krisis Finansial dan Tiupan Kritik Kepada Para Taipan?

Image result for crisis 2008
the Crisis!

Salah satu plot cerita paling penting dari Hustlers adalah Krisis Finansial 2008. Sekadar informasi, pada saat itu krisis benar-benar menghancurkan perekonomian. Terburuk sejak 1930. Bukan hanya di Amerika Serikat, krisis itu juga melebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Analisis para ekonom menyebut bahwa krisis terjadi akibat dari berbagai kebijakan yang salah. Salah satu kebijakan tersebut adalah kebijakan Gramm-Rutman yang memberikan akses bagi bank untuk ikut dalam bisnis derivatif. Bisnis derivatif ini sendiri merupakan bisnis yang berisiko tinggi karena alih-alih dihitung berdasarkan nilai barang tersebut, yang dihitung adalah barang lain yang dijadikan induk (underlying).

Kebijakan lain yang juga disebut sebagai biang masalah adalah subprime mortgage. Subprime Mortgage adalah istilah yang diberikan kepada para debitor perumahan (mortgage) dimana debitornya memiliki sejarah kredit yang buruk atau belum memiliki sejarah kredit sama sekali, sehingga digolongkan sebagai kredit risiko tinggi. Meski bermaasalah, sebenarnya yang memperparah keadaan adalah penjualannya yang buruk di sektor perdagangan lain.

Saat itu, selain ratusan Juta Dollar AS yang lenyap, berbagai perusahaan juga banyak yang kolaps dan melakukan PHK massal sehingga menimbulkan gelombang pengangguran. Pengangguran tersebut baru dapat teratasi di 2012 atau empat tahun usai krisis.

Krisis ekonomi itulah yang dicoba disinggung film ini. Tidak sekadar lewat, tiga perempat kejadian filmnya merupakan konsukuensi dari krisis ini.

Selain menyinggung krisis, film ini juga menyorot tentang dunia para taipan dunia yang merupakan langganan tetap klub. Dalam satu adegan, Ramona menjelaskan pada Destiny bahwa lelaki kaya itu memiliki tiga tingkatan, yaitu: kaya aja, kaya menengah, dan kaya banget. Semakin kaya ia, maka semakin bejatlah kelakuannya.

Pernyataan ini sebenarnya dapat dikatakan kritikan. Masalahnya, kritikan itu hanya digunakan Ramona sebagai pembelaan atas kelakuan mereka yang 'merampok' mereka. Terlepas dari tujuannya, film ini masih mampu menyajikan bobot yang pas dalam menyampaikan pesan dari pernyataan itu.

Pro-Kontra Film dan Tanggapan Banyak Pihak

Fire, Girls!

Cerita utama film ini adalah tentang segerombolan penari striptis. Topik yang sebenarnya sensitif karena dapat dianggap melecehkan para pekerja seks. Berbagai pro-kontra pun hadir mengiringi film ini. Beberapa pihak menganggap film ini lumayan akurat dalam menggambarkan sisi manusia dari pekerja seks sedangkan yang lainnya berpendapat sebaliknya.

Meskipun menggambarkan keakuratan dan didukung dengan riset yang matang, bahkan menghadirkan banyak penari striptis sungguhan, Hustlers tetap banyak dikritik oleh berbagai kalangan, terutama penari striptis. Salah satu yang banyak dikritik adalah masalah penggunaan sebuah bar di New York yang dipakai sebagai lokasi pengambilan gambar film ini. Pada saat syuting seminggu penuh tempat tersebut ditutup dan meliburkan pekerjanya.

Memang, beberapa minggu sebelumnya para pekerja sudah dikabarkan tentang hal ini dan disarankan untuk mengikuti audisi sebagai figuran. Meski begitu, bagi yang tidak terpilih, selama seminggu penuh mereka akan kehilangan pendapatan. Disinilah masalah timbul.

Tanggapan lunak datang dari Gizelle Marie, seorang penari striptis. Ia mengatakan bahwa meskipun setuju dengan pemberian kompensasi pada pekerja, ia tetap tidak bisa menyalahkan pihak tim produksi Hustlers.

Tanggapan lebih keras hadir dari Mollie, seorang pemimpin dari Sex Workers’ Outreach Project (SWOP) San Antonio yang juga merupakan penari eksotis. Ia berkata kerugian mereka bisa mencapai seharga biaya sewa rumah. Pernyataan senada juga hadir dari banyak pekerja seks lainnya.

Sang sutradara sendiri sudah meminta maaf atas kejadian ini. "Kalian semua sangat berbakat dan saya harap saya bisa membuat klub ini lebih sukse lagi" tulisnya dalam akun instagram pribadinya. Dalam postingan yang sama, ia juga mengungkap bahwa pendapatan Hustlers akan disumbagkan ke SWOP dan Show Palace, bar tersebut.

Sayangnya, permintaan maaf itu ditanggapi dingin oleh banyak orang. Mollie berkata bahwa seharusnya itu diucapkan sebekum filmnya rilis alih-alih setelahnya.

Hal lain yang dikritik adalah kampanye media sosial Hustlers yabg dianggap tidak adil bagi pekerja seks. Alasannya adalah jika pekerja seks dilarang mempromosikan pekerjaannya di internet jadi mengapa film 'tentang pekerja seks' boleh. Banyak orang juga melihat bahwa kampanye ini memberi kesan bahwa mendukung pekerja seks fiktif lebih penting dibandingkan yang nyata.

Meski banyak dikritik, tidak sedikit juga yang mendukung film ini. Laura LeMoon, seorang pekerja seks lepas adalah salah satunya. Ia berkata kalau film ini menunjukkan bahwa pekerja seks itu bukan sekadar selangkangan dan payudara. 'Kami juga jatuh cinta, menangis, bermimpi, kami memiliki keluarga yang mendukung'" ujarnya kepada Rolling Stones.

Saya sendiri sependapat dengan LeMoon. Film ini sedikit banyak memberikan perspektif baru bagi saya tentang seorang pekerja seks. Film ini membuat saya lebih menghormati mereka. Film ini adalah film lain tentang manusia. Melihat sesuatu selalu dari sisi buruknya tak akan ada habisnya. Berbeda hal apabila dilihat dari sisi pesan yang disampaikan.

Penutup


Hustlers adalah film yang berani membahas topik sensitif yaitu tentang pekerja seks. Tidak serta merta menghakimi mereka, film ini memanusiakan pekerja tersebut. Didukung dengan plot rapi dan akting memukau Jennifer Lopez, film ini behasil memberikan warna tersendiri dan perspektif baru bagi penontonnya.

Meskipun filmnya banyak pro-kontra dari berbagai pihak, pesan film ini tetap masuk ke dalam hati para penontonnya. Love it. Adios.

#30DWCDay14
#Squad5




Comments