Kisah Dari Tigaras: Perjalanan dan Pengobat Lelah
Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar
Hai semua, kembali lagi bersama saya di hari yang cerah dan berbahagia ini. Hari ini, saya ingin bercerita tentang perjalanan saya memyambangi danau vulkanik terbesar di dunia. Apalagi kalau bukan kebanggaannya rakyat Sumatera Utara, Danau Toba.
Sekadar informasi, Danau Toba melewati tujuh kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten itu adalah : Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Samosir, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Tapanuli Utara. Disitulah ada beberapa tempat yang sering dikunjungi oleh wisatawan untuk menikmati keindahan Danau Toba. Beberapa yang paling tersohor adalah Parapat, Simalungun, Tongging, Karo, dan Tomok, Samosir.
Kali ini saya tidak berkunjung ke Parapat atau Tongging dan Tomok. Tetapi, ke sudut lain danau terbesar di Indonesia ini. Tigaras, begitu kita menyebutnya. Jika kamu pernah mendengar atau membaca kabar pada saat Lebaran 2018 lalu, sebuah kapal yang hendak kesana, KM Sinar Bangun tenggelam akibat kepenuhan penumpang. Kejadian nahas itu sampai menelan ratusan nyawa. Kejadian yang menyedihkan di tengah sukacita Hari Raya Idul Fitri.
Tigaras berjarak sekitar 170 km dari Kota Medan, 50 km dari Kota Pematangsiantar dan 110 km dari Kota Siborong-borong. Jarak yang tidak terlalu jauh dari pusat kota itu membuat tempat ini sebenarnya strategis. Akses jalan menuju kesana pun masih mudah didapamtkan dikarenakan popularitasnya yang meningkat. Perjalanannya sendiri sangat menyenangkan. Sepanjang jalanan dari Siantar menuju lokasi dihamparkan dengan berbagai pemandangan indah baik berupa kebun teh maupun pegunungan yang sambung menyambung. Dan kalaupun melelahkan, perjalanan itu akan terbayar lunas ketika sudah sampai ke lokasi. Lanskap keindahan Danau Toba yang dikelilingi oleh gunung-gunung begitu memanjakan netra.
Kami berangkat dari Medan sekitar jam 8 pagi. Sesampainya di pintu tol Tebing Tinggi, kami masih harus menunggu beberapa orang yang akan bergabung dengan perjalanan kali ini. Oiya, ngomong-ngomong perjalanan kami kali ini dilakukan dalam rangka meningkatkan persaudaraan di kalangan keluarga.
Perjalanan dilanjutkan sekitar jam 10 dari Tebing Tinggi. Kendaraan roda empat terus melaju melewati perkebunan karet di tepi jalanan Kabupaten Simalungun hingga sampailah di kota terbesar kedua di Sumatera Utara, Pematangsiantar. Tanpa basa-basi, kami langsung melanjutkan perjalanan ke Tigaras.
Kami sampai di lokasi sekitar pukul 14.30. Udara segar langsung menyambut bersama dengan keindahan lanskap alam. Tenangnya air danau turut menambah keondahan yang menenangkan. Setelah istirahat dan makan siang, kami pun berfoto-foto ria. Saya kemudian mandi di danau bersama adik sepupu. Lelah bermandi-mandi hingga petang sudah menghampiri. Rona-rona merah jambu sudah mulai menghiasi langit Tigaras. Kami mengisi sore itu dengan menyanyikan beberapa tembang diiringi dengan suara musik dari kibor.
Asyik bernyanyi hingga waktu telah berputar di waktu senja. Suara azan sudah memanggil. Malam menjelang. Setelah selesai menghadap Sang Maha Pencipta, makan malam pun sudah menyambut. Makanan memang sudah disediakan oleh para ibu-ibu yang bekerja sama satu sama lain. Perut kenyang, tenggorokan pun tak tahan lagi untuk kembali meneriakkan beberapa bait dari lagu kesayangan.
Malam semakin larut. Secara bergantian, para penyanyi amatir menaiki panggung dan memyanyikan lagu-lagi yang menyeret ingatan kembali ke alam nostalgia. Mau tidak mau beberapa lagu memaksa sang mulut untuk mengikuti iramanya.
Sialnya, ikan bakar yang dijanjikan di awal tidak kunjung-kunjung sampai di depan mata. Mata-mata tak sabaran kembali menghiasi pelupuk mata. Malam semakin larut. Secara bergantian para pengunjung pergi beristirahat untuk menjemput mimpi. Hingga akhirnya mata pun tak sanggup lagi menahan kantuk. Aku pun segera berbaring ke atas ranjang. Hari pertama selesai.
Sehari sebelumnya, kami sudah berencana untuk menyaksikan proses terbitnya sang surya. Sayangnya rencana itu kandas sebab arah timur ternyata terhalang oleh sebuah bukit. Tidak apa, pagi itu tetap berjalan indah. Hembusan angin dengan lembut membelai kulit. Cuaca pagi seakan turut nendukung. Semesta berada di pihak kami. Tanganku mulai mengetikkan beberapa bait-bait puisi untuk menghargai nikmat Sang Esa yang ditumpahkan pada diri ini.
Sementara di dapur, api mulai dinyalakan. Periuk-periuk nasi sudah diisi oleh beras. Kuali-kuali bertengger gagah di atas bara. Kaum ibu memulai hari dengan jamuan paginya. Sedangkan, para anak Adam menyaksikan turut berdetaknya waktu. Berdoa agar masakan tersebut dapat memberikan berkat.
Matahari semakin meninggi. Hari kedua dimulai dengan nasi goreng yang mengepul panas. Beberapa waktu bergulir. Nasi goreng di piring sudah tandas. Begitupun dengan ikan bakar yang ternyata dibakar di tengah malam buta. Walaupun sudah tidak pana, ikan bakar tetaplah ikan bakar. Perut kenyang dan hati pun riang. Saatnya kembali bergumul dengan air danau yang menenangkan.
Pagi itu lewat dengan badan basah terendam di air segar Danau Toba. Hampir pukul 11 ketika badan ini keluar dari rendaman air. Setelah berganti pakaian, kini saatnya berburu foto-foto indah. Mulai dari foto yang berlatarkan air danau, berlatarkan bukit batu semuanya dijajal oleh kamera telepon genggam yang luar biasa membantu.
Sesi foto selesai sejam kemudian. Matahari sudah semakin meninggi. Akibat dari tidur terlalu larut semalam menyebabkan kantuk sudah mulai kembali menyerang. Saya pun tidur beberapa waktu hingga suara-suara membangunkan. Jam makan siang sudah tiba. Saya pun menikmati beberapa suapan dari piring. Setelahnya, waktu berberes pun tiba.
Tak membutuhkan waktu yang terlewat lama untuk membereskan peralatan yang dipergunakan dua hari satu malam ini. Sejam kemudian, seluruh manusia sudah selesai dengan urusan berberesannya. Saatnya undur diri dari penginapan yang dihamparkan di hadapannya air biru Danau Toba ini.
Perjalanan pulang dimulai sekitaran pukul 14.00 WIB. Seperti direncanankan sebelumnya, pada perjalanan pulang akan disempatkan singgah di perkebunan teh terbesar di Sumatera Utara, Sidamanik. Perkebunan yang mengekspor tehnya hingga ke banyak negara. Kualitas tehnya sudah tidak diragukan lagilah.
Seperti biasa, dimana ada tempat indah, kamera-kamera sudah siap sedia untuk mengabadikan gambar-gambar dua dimensi yang indah dipandangi mata. Tubuh melekuk sana-sini. Berpose-pose semanis mungkin. Senyum ciss dan foto pun telah tersimpan di memori telepon pintar.
Matahari menuju ke arah barat. Sore telah menjelang. Perjalanan pun dilanjutkan. Sesampainya di Pematangsiantar, pembelian oleh-oleh khas Siantar, Roti Ganda pun dilakukan. Beberapa saat habis untuk mendapatkan roti yang termasyhur di kota yang dikelilingi oleh Kabupaten Siamalungun ini.
Seusai urusan buah tangan selesai, perjalanan pun dilanjutkan untuk kembali menuju realitas. Di perjalanan, saya menuliskan sebuah puisi yang terinspirasi dari perjalanan ini. Saya juga sempat menuliskan sebait puisi yang berisi tentang barisan mobil-mobil di jalanan yang kembali menuju realitasnya masing-masing.
Perjalanan kali ini pun selesai ketika tanah Medan kembali terinjak oleh kaki. Selesailah sudah kisah-kisah ini terciptakan. Kini, kisah ini sudah siap untuk diceritakan kepada khalayak ramai. Kisah satu malam yang indah di tepi cekungan indah yang berisi air tawar.
Mungkin tulisan ini tak sanggup menggambarkan betapa indahnya tempat yang telah saya kunjungi. Tetapi satu hal, saya sudah siap untuk berburu banyak hal diluar sana. Berburu kepingan mutiara Nusantara lainnya.
#30DWCDay4 #Squad5
![]() |
| Menunggu Apa Ya? |
Hai semua, kembali lagi bersama saya di hari yang cerah dan berbahagia ini. Hari ini, saya ingin bercerita tentang perjalanan saya memyambangi danau vulkanik terbesar di dunia. Apalagi kalau bukan kebanggaannya rakyat Sumatera Utara, Danau Toba.
Sekadar informasi, Danau Toba melewati tujuh kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten itu adalah : Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Samosir, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Tapanuli Utara. Disitulah ada beberapa tempat yang sering dikunjungi oleh wisatawan untuk menikmati keindahan Danau Toba. Beberapa yang paling tersohor adalah Parapat, Simalungun, Tongging, Karo, dan Tomok, Samosir.
Kali ini saya tidak berkunjung ke Parapat atau Tongging dan Tomok. Tetapi, ke sudut lain danau terbesar di Indonesia ini. Tigaras, begitu kita menyebutnya. Jika kamu pernah mendengar atau membaca kabar pada saat Lebaran 2018 lalu, sebuah kapal yang hendak kesana, KM Sinar Bangun tenggelam akibat kepenuhan penumpang. Kejadian nahas itu sampai menelan ratusan nyawa. Kejadian yang menyedihkan di tengah sukacita Hari Raya Idul Fitri.
Tigaras yang Menakjubkan
![]() |
| Masha Allah, Indahnya! |
Tigaras berjarak sekitar 170 km dari Kota Medan, 50 km dari Kota Pematangsiantar dan 110 km dari Kota Siborong-borong. Jarak yang tidak terlalu jauh dari pusat kota itu membuat tempat ini sebenarnya strategis. Akses jalan menuju kesana pun masih mudah didapamtkan dikarenakan popularitasnya yang meningkat. Perjalanannya sendiri sangat menyenangkan. Sepanjang jalanan dari Siantar menuju lokasi dihamparkan dengan berbagai pemandangan indah baik berupa kebun teh maupun pegunungan yang sambung menyambung. Dan kalaupun melelahkan, perjalanan itu akan terbayar lunas ketika sudah sampai ke lokasi. Lanskap keindahan Danau Toba yang dikelilingi oleh gunung-gunung begitu memanjakan netra.
Kami berangkat dari Medan sekitar jam 8 pagi. Sesampainya di pintu tol Tebing Tinggi, kami masih harus menunggu beberapa orang yang akan bergabung dengan perjalanan kali ini. Oiya, ngomong-ngomong perjalanan kami kali ini dilakukan dalam rangka meningkatkan persaudaraan di kalangan keluarga.
Perjalanan dilanjutkan sekitar jam 10 dari Tebing Tinggi. Kendaraan roda empat terus melaju melewati perkebunan karet di tepi jalanan Kabupaten Simalungun hingga sampailah di kota terbesar kedua di Sumatera Utara, Pematangsiantar. Tanpa basa-basi, kami langsung melanjutkan perjalanan ke Tigaras.
Kami sampai di lokasi sekitar pukul 14.30. Udara segar langsung menyambut bersama dengan keindahan lanskap alam. Tenangnya air danau turut menambah keondahan yang menenangkan. Setelah istirahat dan makan siang, kami pun berfoto-foto ria. Saya kemudian mandi di danau bersama adik sepupu. Lelah bermandi-mandi hingga petang sudah menghampiri. Rona-rona merah jambu sudah mulai menghiasi langit Tigaras. Kami mengisi sore itu dengan menyanyikan beberapa tembang diiringi dengan suara musik dari kibor.
Asyik bernyanyi hingga waktu telah berputar di waktu senja. Suara azan sudah memanggil. Malam menjelang. Setelah selesai menghadap Sang Maha Pencipta, makan malam pun sudah menyambut. Makanan memang sudah disediakan oleh para ibu-ibu yang bekerja sama satu sama lain. Perut kenyang, tenggorokan pun tak tahan lagi untuk kembali meneriakkan beberapa bait dari lagu kesayangan.
Malam semakin larut. Secara bergantian, para penyanyi amatir menaiki panggung dan memyanyikan lagu-lagi yang menyeret ingatan kembali ke alam nostalgia. Mau tidak mau beberapa lagu memaksa sang mulut untuk mengikuti iramanya.
Sialnya, ikan bakar yang dijanjikan di awal tidak kunjung-kunjung sampai di depan mata. Mata-mata tak sabaran kembali menghiasi pelupuk mata. Malam semakin larut. Secara bergantian para pengunjung pergi beristirahat untuk menjemput mimpi. Hingga akhirnya mata pun tak sanggup lagi menahan kantuk. Aku pun segera berbaring ke atas ranjang. Hari pertama selesai.
Dinginnya Air, Hijaunya Perkebunan Teh, dan Roti Ganda
![]() |
| Bebatuan Ini Nampak Sangat Artistik |
Sehari sebelumnya, kami sudah berencana untuk menyaksikan proses terbitnya sang surya. Sayangnya rencana itu kandas sebab arah timur ternyata terhalang oleh sebuah bukit. Tidak apa, pagi itu tetap berjalan indah. Hembusan angin dengan lembut membelai kulit. Cuaca pagi seakan turut nendukung. Semesta berada di pihak kami. Tanganku mulai mengetikkan beberapa bait-bait puisi untuk menghargai nikmat Sang Esa yang ditumpahkan pada diri ini.
Sementara di dapur, api mulai dinyalakan. Periuk-periuk nasi sudah diisi oleh beras. Kuali-kuali bertengger gagah di atas bara. Kaum ibu memulai hari dengan jamuan paginya. Sedangkan, para anak Adam menyaksikan turut berdetaknya waktu. Berdoa agar masakan tersebut dapat memberikan berkat.
Matahari semakin meninggi. Hari kedua dimulai dengan nasi goreng yang mengepul panas. Beberapa waktu bergulir. Nasi goreng di piring sudah tandas. Begitupun dengan ikan bakar yang ternyata dibakar di tengah malam buta. Walaupun sudah tidak pana, ikan bakar tetaplah ikan bakar. Perut kenyang dan hati pun riang. Saatnya kembali bergumul dengan air danau yang menenangkan.
Pagi itu lewat dengan badan basah terendam di air segar Danau Toba. Hampir pukul 11 ketika badan ini keluar dari rendaman air. Setelah berganti pakaian, kini saatnya berburu foto-foto indah. Mulai dari foto yang berlatarkan air danau, berlatarkan bukit batu semuanya dijajal oleh kamera telepon genggam yang luar biasa membantu.
![]() |
| Dokumentasi Pribadi |
Sesi foto selesai sejam kemudian. Matahari sudah semakin meninggi. Akibat dari tidur terlalu larut semalam menyebabkan kantuk sudah mulai kembali menyerang. Saya pun tidur beberapa waktu hingga suara-suara membangunkan. Jam makan siang sudah tiba. Saya pun menikmati beberapa suapan dari piring. Setelahnya, waktu berberes pun tiba.
Tak membutuhkan waktu yang terlewat lama untuk membereskan peralatan yang dipergunakan dua hari satu malam ini. Sejam kemudian, seluruh manusia sudah selesai dengan urusan berberesannya. Saatnya undur diri dari penginapan yang dihamparkan di hadapannya air biru Danau Toba ini.
Perjalanan pulang dimulai sekitaran pukul 14.00 WIB. Seperti direncanankan sebelumnya, pada perjalanan pulang akan disempatkan singgah di perkebunan teh terbesar di Sumatera Utara, Sidamanik. Perkebunan yang mengekspor tehnya hingga ke banyak negara. Kualitas tehnya sudah tidak diragukan lagilah.
![]() |
| Masih Pribadi ya! |
Seperti biasa, dimana ada tempat indah, kamera-kamera sudah siap sedia untuk mengabadikan gambar-gambar dua dimensi yang indah dipandangi mata. Tubuh melekuk sana-sini. Berpose-pose semanis mungkin. Senyum ciss dan foto pun telah tersimpan di memori telepon pintar.
Matahari menuju ke arah barat. Sore telah menjelang. Perjalanan pun dilanjutkan. Sesampainya di Pematangsiantar, pembelian oleh-oleh khas Siantar, Roti Ganda pun dilakukan. Beberapa saat habis untuk mendapatkan roti yang termasyhur di kota yang dikelilingi oleh Kabupaten Siamalungun ini.
Seusai urusan buah tangan selesai, perjalanan pun dilanjutkan untuk kembali menuju realitas. Di perjalanan, saya menuliskan sebuah puisi yang terinspirasi dari perjalanan ini. Saya juga sempat menuliskan sebait puisi yang berisi tentang barisan mobil-mobil di jalanan yang kembali menuju realitasnya masing-masing.
Perjalanan kali ini pun selesai ketika tanah Medan kembali terinjak oleh kaki. Selesailah sudah kisah-kisah ini terciptakan. Kini, kisah ini sudah siap untuk diceritakan kepada khalayak ramai. Kisah satu malam yang indah di tepi cekungan indah yang berisi air tawar.
Mungkin tulisan ini tak sanggup menggambarkan betapa indahnya tempat yang telah saya kunjungi. Tetapi satu hal, saya sudah siap untuk berburu banyak hal diluar sana. Berburu kepingan mutiara Nusantara lainnya.
#30DWCDay4 #Squad5






Comments
Post a Comment