Maleficent, Cerita Klise yang Menghampakan

Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar




Judul
: Maleficent: Mistress of Evil
Sutradara
: Joachim Rønning
Penulis Skenario
: Linda Woolverton, Noah Harpster, Micah Filtzerman-Blue
Genre
: Fantasy
Pemain
: Angelina Jolie, Elle Fanning, Chiwetel Ejiofor, Sam Riley, Ed Skrein. Imelda Staunton, Michelle Pfeiffer, Juno Temple, Lesley Manville
Rilis
: Oktober 2019
Durasi
: 118 Menit



Disney, dongeng, dan khayal. Itu adalah hal yang tidak bisa dipisah-pisah satu sama lain. Banyak dari kita yang sejak kecilnya sudah dijejali dengan berbagai cerita dongeng ala Disney. Cerita aslinya yang biasanya jauh lebih kelam dilupakan. Semuanya tahu versi Disney. Baik itu Snow White si Putri Salju, Aurora si Putri Tidur maupun Jasmine sang Putri Aladin.

Disney sendiri dalam beberapa tahun terakhir, mencoba untuk membuat versi live action dari banyak dongeng-dongeng mereka. Tidak serta merta terikat dengan versi animasinya, Disney mencoba untuk memberikan perspektif baru. Mencoba untuk mendewasakan cerita-cerita masa kecil kita. Tidak sekelam versi aslinya, tetapi 'lebih dewasa'.

Hal ini terlihat lumayan menarik ketika mereka membuat ulang film Maleficent. Perubahan perspektif yang drastis dan daya tarik Angelina Jolie dan Elle Fanning membuat film ini akhirnya diberikan cerita lanjutannya, sebuah sekuel.

Sekuel itu akhirnya tayang. Bertajuk Mistress of Evil, Maleficent 2 kembali membalikkan batas antara cinta, kejahatan, kebaikan, dan rasa benci. Tokoh-tokoh di film ini lebih sering bertindak dikarenakan cinta atau melindungi orang tercinta. Sayangnya, tindakan mereka sering tidak berdasar atau bahkan tedeng aling-aling belaka.

Alih-alih menciptakan sesuatu yang menerobos batas-batas moral, film ini cenderung memilih untuk mengajarkan standar hitam dan putih. Sama saja dengan film-film cerita dongeng kebanyakan. Alasannya tentu saja karena segmen penontonnya yang semua umur. Film ini akan mudah dipahami oleh siapa saja. Meskipun bagi penonton dewasa, kebanyakan tindakan para tokoh masih cenderung dangkal. Ujug-ujug dan kadang diluar batas logika normal.

Usaha film ini untuk menyentuh cerita dewasa dengan mencoba menarik tema kolonialisme kurang dapat digali pada eksekusinya. Film ini pada dasarnya memang tidak berfokus kisah-kisah seputar perpolitikan laiknya cerita-cerita fiksi sejarah. Kisahnya masih sangat sederhana dan mudah dinikmati. Kisahnya akhirnya hanya bertumpu pada kekuatan cinta dalam mengalahkan 'kejahatan'. Rasa dewasanya menguap begitu saja.

Hal positif dari film-film Disney adalah visualnya yang selalu megah dan penuh dengan warna-warni yang menyegarkan mata. Pergerakan kameranya yang sangat dinamis juga mampu bercerita sendiri. Warna-warni para makhluk ajaib juga sangat indah untuk dipandangi mata.

Dari sisi penampilan aktor-aktris, semuanya masih dalam batas aman tanpa ada yang benar-benar menonjol. Angelina Jolie sebagai peran utama tidak tampil terlalu istimewa. Meskipun auranya masih dapat sedikit menyihir dengan tatapan tajam dan rahang tirusnya serta riasan tebal.

Michelle Pfeiffer yang berperan sebagai antagonis utama sepanjang film terus menerus mengkobarkan aura permusuhan dengan lawan mainnya. Aura rivalitas itu tetasa istimewa di sepanjang film karena status legenda mereka. Dengan penokohan yang dangkal, ia masih dapat berusaha bermain dengan penuh dedikasi.



Elle Fanning juga tidak terlalu menarik perhatian meskipun secara fisik ia sudah dibuat agar tampil sebagai pusat perhatian utama. Sang Ratu Moors tampil dengan warna-warna yang dimaksudkan membuat orang-orang tetap fokus kepadanya. Tetapi, seperti yang dijelaskan sebelumnya, itu semua tidak membuat ia cukup menjadi pusat perhatian. Begitu pun lawan mainnya, Harris Dickinson sebagai Pangeran Philip yang bermain lebih tidak menonjol lagi.

Perhatian khusus malah saya berikan kepada bawahan Ratu Ingrith yang berhasil menembak jatuh Maleficent, Gerda yang diperankan oleh Jenn Murray. Satu adegannya pada saat klimaks cerita semakin meyakinkan saya bahwa dialah penampil terbaik di film ini. Performa itu memukau mengingat ia hanya tampil sebentar.

Maleficent melanjutkan cerita setelah Aurora (Elle Fanning) diangkat jadi Ratu Moors. Maleficent (Angelina Jolie) masih menjadi pelindung tempat ajaib itu dari serangan manusia. Pada satu hari, Aurora dan Maleficent diundang oleh Raja Ulsted, John (Robert Lindsay) untuk merayakan pertunangan Aurora dengan Philip (Harris Dickinson). Di tengah jamuan makan itulah Maleficent kemudian dikonfrontasi oleh Ratu Ingrith (Michelle Pfeiffer) hingga akhirnya ia terluka oleh panah Gerda (Jenn Murray) usai mengamuk dan dituduh melukai raja.

Film ini secara umum tampil menghibur meskipun tanpa ada isu yang benar-benar menarik untuk dibahas. Film keluarga yang ringan dan menyenangkan. Meskipun jalan ceritanya yang hampa dan bayak bolong sana-sini. Layak ditonton, tergantung perspektif Anda. Adios.

#30DWCDay5

Comments