Nostalgia Masa SMA Bersama Geng Bebas

Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar

Miles Film


Judul
: Bebas
Sutradara
: Riri Riza
Penulis Skenario
: Gina S. Noer, Mira Lesmana
Genre
: Drama, Comedy
Pemain
: Marsha Timothy, Susan Bachtiar, Indy Barends, Widi Mulia, Baim Wong, Maizura, Sheryl Sheinafia, Agatha Pricilla, Zulfa Maharani, Baskara Mahendra, Giorginio Abraham, Syifa Hadju
Rilis
: Oktober 2019
Durasi
: 119 Menit

Akhh kita semua rindu masa-masa itu. Masa-masa SMA dimana tidak ada tugas kuliah yang bertumpuk-tumpuk atau tugas kerjaan yang menggunung atau bahkan tugas rumah tangga yang memusingkan. Film ini membawa kita ke masa-masa indah bersama teman-teman SMA. Masa-masa itu... Udah ah, nanti kebanyakan nostalgia.

Film ini bercerita tentang Vina (Marsha Timothy), ibu tumah tangga yang hidupnya biasa-biasa aja. Ia adalah ibu rumah tangga yang perhatian dengan keluarga dan selalu menerima nasib. Hal ini dikarenakan sesuatu yang terjadi di masa lalunya. Pada suatu hari ia bertemu dengan sahabat lamanya satu geng di SMA, Kris (Susan Bachtiar). Sahabatnya itu sudah divonis dokter hanya akan bertahan selama kurang lebih dua bulan dan ia memintanya untuk mengumpulkan semua anggota geng mereka, Bebas.

Ketika ia kembali ke sekolah mereka untuk melacak teman-temannya, ia pun mengingat kepingan-kepingan masa lalu mereka. Mulai dari awal ia menginjakkan kaki di sekolah itu (btw, dia murid pindahan) sampai momen terakhir mereka.

Oke. Tema utama film ini memang sangat sederhana. Kalau loe sudah tamat SMA kemudian berencana mengadakan reuni dan mengetahui betapa susahnya mengumpulkan orang-orang mengesalkan itu, loe akan paham cerita film ini. Tetapi, di tangan Gina S. Noer (Dua Garis Biru) dan Mira Lesmana (Ada Apa Dengan Cinta 2), cerita film ini berubah menjadi sesuatu yang spesial. Ditambah arahan dari sutradara Riri Riza (Ada Apa Dengan Cinta 2) membuat film ini benar-benar film yang tidak bisa dibilang kentang. Sang sutradara mampu mengatur cast yang banyak agar tetap beraturan.

Dari segi akting, deretan pemain baru seperti Maizura dapat mengimbangi pemain-pemain lama seperti Sheryl Sheinafia dan Giorginio Abraham. Terima kasih kepada Yayu Unru yang tampil sebagai pelatih akting.

Dari segi set, hal-hal yang ngetrend di tahun 90-an muncul semua. Mulai dari sepatu, pakaian, hingga gaya rambut. Gaya-gaya ngomong anak 90-an yang sering diperagakan oleh para om dan tante kita pun kembali terdengar. Tanpa ada embel-embel 90-an di judulnya film ini tampil 90-an banget.

Ada satu adegan yang sangat menggambarkan kita di masa remaja. Mimpi-mimpi kita, rencana kita. Hal-hal yang akan menguap seiring berjalannya waktu. Adegan ini adalah adegan yang sangat menyentuh bagi gw. "Aku ingin menjadi...."

Bagian yang paling gw suka dari film ini adalah musiknya. Musik-musik era itu memang benar-benar masa keemasan musik Indonesia. Kita kembali mendengarkan tembang-tembang lawas yang dilantunkan oleh Iwa K, Dewa, sampai Chrisye.

"Aku lebih suka musik lama, lebih kreatif" - Jaka.

Bonus: satu lagu original yang dilantunkan oleh Maizura, Aku Tanpamu. Lagu ini dikerjakan Mira Lesmana bersama Dimas Wibisana dan Bianca Nelwan.

Belajar Istilah 90-an yang Sulit


Kita sebagai milenial atau gen z sering mendapatkan para om-om kita mengucapkan istilah-istilah jadul masa SMA mereka yang udah lapuk di makan zaman. Di film ini, istilah-istilah yang sempat trend di zamannya itu kembali dimunculkan. Istilah-istilah asing itu pun terasa janggal di telinga pemain-pemain film ini. Salah satunya adalah Sheryl Sheinafia.

Aktris film Galih dan Ratna itu menyebutkan kalau ia kesulitan menyebutkan beberapa istilah-istilah gaul 90-an. Salah satunya adalah kokay berat yang berarti orang kaya banget. "Untung saja sahabat-sahabatku proaktif, enggak ada yang pasif, semuanya saling bantu." Ujarnya seperti dilansir antaranews.com.

Adaptasi Dari Film Korea Selatan


Film ini merupakan adaptasi resmi dari film asal negeri gingseng yang berjudul Sunny. Meskipun sama, banyak penonton merasa kalau versi ini lebih baik. Bagaimana tidak, selain karena tahun perilisan yang lebih baru, film ini terasa lebih relevan terhadap pergaulan zaman sekarang.

Film Bebas menyelipkan masalah-masalah remaja yang sering menjadi pembahasan di media-media. Seperti bullying, tawuran, ngobat hingga demo mahasiswa. Film ini juga menyentilkan sedikit selentingan yang menyebutkan kalau mahasiswa yang aktivis di masa mudanya dapat menjadi pengutip uang rakyat di masa tuanya.

Mira lesmana sendiri mengaku bahwa perubahan yang dibuat di film ini dibuat berdasarkan banyak pertimbangan. Misalnya, kerusuhan antara mahasiswa dan aparat di film aslinya diubah menjadi tawuran antar siswa. Hal ini dikarenakan semangat filmnya yang ekspresif tidak relevan dengan tahun 1998 ketika negara sedang mengalami krisis moneter. Hal itu dinilai tidak peka.

"Tahun 1995-1996 adalah masa pop culture sedang berkembang sekali, anak muda punya bahasa G. Tapi, di lapisan lain sudah mulai ada kegelisahan." Ujar Mira. Karakter gelisah yang disebut merujuk pada kakak Vina yang mulai melakukan gerakan perubahan bersama kawan mahasiswa.

Selain itu, film ini juga mencoba untuk membuat ciri khasanya agar 'berbeda' dengan versi Koreanya. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan nama dua tokoh utamanya, Vina Panduwinata dan Krisdayanti. Catatan sendiri karakter Vina dibuat berlatar belakang sama dengan aslinya. Sama-sama gadis Sunda yang terkena arus pergaulan ibukota.

Penutup

Terakhir, film ini bukanlah film adaptasi pertama dari Korea Selatan. Sebelumnya sudah ada Sweet 20 yang diadaptasi dari film Miss Granny. Jika film itu membawa kita pada lagu-lagu era kakek-nenek maka ini membawa kita ke lagu masa 90-an.

Tahun 2019 benar-benar dipenuhi film-film lokal bagus. Ada 27 Steps of May yang sangat puitis dan sensitif, Pretty Boys yang menampar, dan Bebas yang nostalgik dan menyenangkan. Film ini adalah film yang sangat layak mendapatkan atensi penonton. 1.000.000 penonton haruslah. Adios

Comments