Kisah Minke dan Petualangan Cintanya yang Terhalang Hukum Kolonial.
Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar
![]() |
| Dokumentasi Pribadi |
Tentang Tetralogi Buru
Buku I - Bumi Manusia
"Aku ingin jadi manusia bebas, Bu. Tidak memerintah dan tidak diperintah." - Minke
Minke, nama samaran. Seorang keturunan bangsawan bumiputra yang menolak asal-usulnya. Seorang anak manusia yang begitu mengagung-agungkan Eropa. Begitu tertarik dengan keindahan dan kemajuan teknologi Eropa. Hingga pada suatu tahap, ia sadar. Eropa tidak semaju yang ia pikirkan selama ini. Di balik keindahan peradaban Eropa, tersimpan kebusukan-kebusukan yang membuat ia perlahan menyingkir dari sisi Eropa.
Minke, pemuda cerdas yang menempa pengetahuan di HBS (Hogere Burgerschool), setara SMA di masa sekarang. Minke, si pecinta wanita. Filoginis, begitu kawannya memanggilnya karena tabiatnya itu.
Suatu masa, Minke ditantang oleh kesombongan seorang kawan berdarah Indo, campuran. Di titik inilah perjalanannya untuk menjadi manusia bumi yang tak terbatas hukum buatan manusia dimulai. Petualangan itu dimulai dengan pertemuan dengan keluarga Mellema.
Robert Suurhoff, si begundal itu lah yang membawanya bertemu dengan Nyai Ontosoroh, perempuan Jawa usia 30-an yang merupakan gundik dari Tuan Herman Mellema, juragan perkebunan kaya raya. Ia mempunyai dua orang anak, si sulung, Robert Mellema dan adiknya, Annelies Mellema. Pada Annelies lah Minke jatuh hati. Begitu pula sebaliknya.
Minke kemudian menikah dengan Annelies. Tetapi, kisah mereka harus terhalang aturan-aturan absurd di tanah jajahan. Tertindas oleh kekejaman kolonialisme bangsa barat. Mereka melawan dengan penuh hormat dan sebaik-baiknya. Mereka kalah, penjajah itu menang. Tapi apakah mereka benar menang?
Jika kau berasumsi kalau kisah ini hanyalah romansa Minke dan Annelies, kau salah besar. Nol besar untukmu. Kisah ini lebih daripada sekadar itu. Kisah ini adalah kisah perjuangan anak manusia di tanah kolonial. Kisah ini adalah perjuangan untuk memaknai hidup. Kisah ini menunjukkan kalau seseorang yang paling bodoh pun mampu menjadi seseorang yang paling cerdas.
Selain Minke, kisah ini berputar di kehidupan Nyai Ontosoroh dan Annelies. Pertama Annelies, Minke menyebutnya perempuan kekanak-kanakan. Ia merindukan keindahan yang tak tercipta di dunia. Gadis malang. Yang mengherankan adalah walaupun rusak di dalam ia tetap menjalani tanggung jawabnya dengan sepenuhnya. Ia mampu mengatur ribuan pekerja. Annelies ini begitu pelik. Cantik bak boneka, rapuh, tetapi begitu memukau. Perjalanannya penuh dengan luka dalam dan ia tetap berusaha untuk tangguh.
Nyai Ontosoroh lain pula. Di antara karakter-karakter lain, nyai inilah yang memiliki latar belakang paling kelam. Dia adalah wanita luar biasa yang mampu menundukkan berandalan jenis apapun. Luarnya memang Jawa tetapi dalamnya boleh dicoba. Bertatap mata dengannya dapat membuat kau kencing berdiri. Ia akan mempermainkan dirimu jika kau tidak berhati-hati. Jika tak percaya coba saja.
Karakter nyai adalah karakter tragis. Dijual ayahnya sendiri, kemudian hidup berbahagia dengan tuannya, membangun usaha besar yang kemudian sirna dari tangan. Semua itu karena ia bukan bangsa Eropa.
Inspirasi Pram
| Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, Minke Dunia Nyata sumber: historia.id |
Tokoh Minke di roman gubahan Pram ini terinspirasi dari Raden Mas Tirto Adhi Suryo, sang bapak pers Indonesia. Yang dengan namanya tirto.id kini menggaungkan diri menjadi salah satu pers terbaik di daratan Hindia.
R.M. Tirto adalah pelopor gerakan organisasi di Hindia Belanda di awal abad 20. Pertama melalui Sjarikat Prijaji kemudian melalui Sjarikat Dagang Islamiyah yang nantinya akan berkembang menjadi Sjarikat Islam usai pembuangannya ke Maluku. Ia juga adalah pelopor koran berbahasa Melayu pertama, Medan Prijaji. Ia adalah sorang ksatria yang bekerja sebagai Brahmana. Kisah itulah yang menarik minat Pram untuk diulik.
Meskipun terinspirasi, pada dasarnya Minke di tetralogi Pram ini merupakan tokoh fiksi. Jadi segala kisah perjalanan Minke belum tentu sama dengan kisah aslinya.
Makna Buku
![]() |
| Eyang Pram, Pengarang Cerita Mahakarya Ini |
Ide cerita novel ini telah ada di benak Pram sejak 1950-an. Sastrawan Eka Kurniawan yang menulis buku tentang Pram mencatat, Tetralogi Buru merupakan upaya Pramoedya Ananta Toer untuk menjawab: apa itu menjadi Indonesia.
Pada masa itu, perkara menjadi Indonesia sedang hangat—jika tak bisa dikatakan panas—ia mulai memikirkan satu seri novel yang bisa mencari dan melacak jejak-jejak nasionalisme Indonesia (Tempo, 19 Mei 2008).
Tetapi kemudian Pram ditangkap oleh Orde Baru. Ia yang merupakan satrawan kiri dibredel dan diasingkan tanpa peradilan yang layak. Ia kemudian dibuang ke Pulau Buru di Kepulauan Maluku (sama seperti Tirto). Manuskrip-manuskrip tulisannya kemudian dibakar oleh tentara.
Bermodalkan ingatan, ia kemudian menuliskan karyanya ini. Setelah bebas, ia kemudian menyelundupkan hasil karyanya dan berhasil menerbitkannya. Pemerintah orde baru sempat melarang khalayak untuk membaca karyanya yang dituduh bernapaskan Leninisme dan Marxisme. Barangsiapa melanggar, penjara sudah menunggu.
Koran New York Times memuji Bumi Manusia sebagai contoh karya sastra yang indah dari Indonesia. Sedang koran Washington Post memujinya sebagai salah satu karya seni terbesar abad ke-20.
Masih meragukan kebesaran karya Pram ini?
Referensi: tirto.id , gramedia.com



Comments
Post a Comment