Danilla yang Bercerita Tentang Kebimbangan di Fingers
Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar
I took it too high
Higher
I'll Die
Die in your smile
(Danilla - Middle)
Higher
I'll Die
Die in your smile
(Danilla - Middle)
Danilla kembali hadir dengan karya yang lebih segar dan berani. Berbentuk Extended Play atau istilah awamnya album mini, album ini tampak semakin menggali sisi yang sebenarnya dari musikaslitas dan identitas Danilla.
Danilla Jelita Poetri Riyadi, gadis kelahiran 12 Februari 29 tahun lalu ini pertama kali muncul ke hadapan sidang umat manusia di sekitar 2013-an dengan single Buaian yang memang membuai para pendengarmya. Dalam kurun beberapa bulan, ia kemudian merilis album debutnya, Telisik. Nama yang kemudian digunakan oleh basis penggemarnya, Penelisik.
Di dalam album debutnya, Danilla belum benar-benar menjadi Danilla karena rata-rata pencipta lagu-lagu di album tersebut adalah Lafa Pratomo, sang produser. Barulah kemudian di album kedua, Lintasan Waktu Danilla mulai menjadi dirinya sendiri dengan menciptakan lagu-lagu yang 'dia' sekali.
Di album yang dilabeli tirto.id sebagai album galau dewasa, Danilla berhasil menampakkan betapa gelap sisi bermusiknya. Dipadu dengan suara beratnya, album ini mampu menambah kegalauan para pendengarnya. Terutama di 'Meramu' yang merupakan tembang kesukaan saya di album dengan cover bernuansa batik itu.
Tahun ini, usai berbagai proyek sampingan dan mengisi soundtrack film bahkan bermain film, Danilla akhirnya kembali mengeluarkan karya atas namanya sendiri, Finger. Seperti jemari, album ini siap untuk menggelitiki, mengelus, dan mengusap-usap pendengar dengan suara syahdu dan melodi-melodi album ini.
Lima Lagu yang Menyihir
Finger dibuka dengan Thumb, singkat, padat, menyayat. Lagu berdurasi 88 detik ini seperti mengajak pendengarnya untuk mendengarkan album ini hingga akhir. Sambil menyelipkan sebuah harapan, kita 'suatu saat akan menjadi politikus, barangkali,' lantun Danilla.
Setiap manusia adalah politikus karena politik itu pada dasarnya adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Di KBBI, politik dapat juga berarti kebijaksanaan. Ini berarti Danilla berharap untuk mengajak para pendengar untuk dapat meraih kebijaksanaan, tapi seperti apa?
Ia melanjutkan syair lagunya dengan 'kita saling mengkritik satu sama lain, ayolah akhiri ketegangan ini dengan sedikit wine.' Di sini Danilla menjadikan kritikan dan wine sebagai media untuk meraih kebijaksanaan, sebuah analogi yang relevan karena kritikan adalah jalan untuk menjadi bijaksana serta wine yang memang identik sebagai media menenangkan pikiran dan kebijaksanaan identik dengan ketenangan, bukan?
Di nomor selanjutnya, Index berisi kebimbangan akan dunia. 'Apakah ini layak untuk diperjuangkan' lirih Danilla dalam Inggris. Sebuah renungan untuk pendengar yang sering merasa bimbang dengan apa yang dilakukan. Seringkali, banyak hal yang seharusnya dilepas, tetapi kebimbangan sering datang dan kebingungan pun menyambut sehingga langkah yang salah diambil oleh nafsu. Lagu ini membantu pendengar untuk merenungkan pilihan itu lagi.
Di bagian lain lagu ini, Danilla bersenandung 'para penguasa berkuasa dengan suara-suara kertas kuasa, kekotorannya membuat tanganmu semakin ternoda.' Kata-kata yang menampar, menampar para manusia yang sering mengakali dunia dengan kertas-kertas putih yang ternoda oleh noda-noda tinta penuh dosa. Sadarlah, jika Danilla bahkan tak mampu menyadarkanmu, lalu mau bagaimana lagi?
Middle, bagian kesukaan saya di album ini. Saya suka melodi dan nadanya. Danilla masih tetap melirihkan sesuatu yang sering menjadi penyesalan manusia di dunia. 'Haruskah kita kembali ketika kita buta?' Haha, buta atas apa? Ketidakadilan? Itu bukan urusan saya kali, seperti kata Danilla selanjutnya, mungkin kita tidak sebuta itu, kita hanya tertidur di kesunyian pagi, membangun rasa apatis dengan pelan dan pelan dan pelan.
Ring hadir lebih manis dibandingkan yang lainnya, seperti jari manis yang labih indah dari saudaranya. Lagu ini masih bercerita tentang harapan dan rasa sesal, 'akankah kau tetap disini?' Suara Danilla membelah keheningan sekitar dengan vokal altonya.
Lagu ini juga masih meratapi dunia, 'para manusia berbicara dengan doa orang lain' Danilla melantunkannya seakan menyindir manusia-manusia yang merebut harapan orang lain dengan cara-cara kotornya. Mencuri sesuatu yang tidak sepatutnya berakhir dalam kuasanya. Lagu ini begitu mendalam dalam menyingkap tabir tabiat manusia yang terkadang kehilangan nurani manusianya, menyisakan pedih.
'Kita akan kelelahan jika kita terus melawan', kata-kata di Pinky ini tepat dan secara tepat pula menutup Fingers. 'Jadi, apakah masih pantas untuk bicara cinta sekarang?'
Seperti biasa, lagu-lagu Danilla selalu mempunyai lirik berat yang kali ini tak ada satupun yang bernuansa romantis. Dari awal, lagu ini sudah bercerita tentang manusia, rasa bimbang, rasa sesal, harapan, hingga nurani. Secara berani, lirik-lirik lagu ini dengan lantang menyindir beberapa keburukan sifat manusia.
Jika melihat Danilla berbicara tentang kemanusiaan, menurut saya bukanlah hal yang aneh dan tiba-tiba. Danilla memang terlihat sebagai orang yang peka terhadap alam sekitar. Lewat media sosial pribadinya, ia sering mengomentari isu-isu seputar hal-hal seperti itu.
Dari sisi lagu, di album debutnya Danilla punya Junko Furuta yang membahas seorang korban pemerkosaan di Jepang, Junko Furuta. Lagu-lagunya di Lintasan Waktu juga banyak yang berbicara tentang manusia dan psikologinya, meramu misalnya, atau Kalapuna, atau Aaa. Intinya, Danilla tidak tiba-tiba membuat lagu tentang kedalaman hati manusia.
Penutup
Fingers adalah album yang mampu menyihir para pendengarnya dengan serangkaian lagu-lagu indah dengan lirik-lirik bermakna tajam. Album ini tidak bercerita tentang percintaan tetapi murni tentang manusia dan perasaannya. Tidak tiba-tiba terjadi, album ini merupakan puncak dari kepekaan Danilla pada manusia.
#30DWCDay17
#30DWCDay17



Comments
Post a Comment