Menjejak Misteri Kematian Ratu Drama di Knives Out

Oleh: Syafril Agung Oloan Siregar


Judul
: Knives Out
Sutradara
: Rian Johnson
Penulis Skenario
: Rian Johnson
Genre
: Comedy, Crime
Pemain
: Daniel Craig, Chris Evans, Ana de Armas, Don Johnson, Jamie Lee Curtis, Michael Shannon, Toni Collette, Christopher Plummer, LaKeith Stanfield, Katherine Langford, Jaeden Martell, Riki Lindhome, Edi Patterson
Rilis
:10 Desember 2019
Durasi
: 130 Menit

Cerita-cerita detektif sudah memenuhi otakku sejak lama. Cerita-cerita detektif itu benar-benar selalu membuatku melayang-layang memikirkan solusinya. Dalam satu tahap, aku malahan menjadi detektif amatir. Lewat Criminal Case, beberapa tahun yang lalu aku turut mengasah otakku untuk menebak-nebak akhir ceritanya. Belum lagi lewat berbagai film misteri dan thriller yang selalu membuat otakku berjalan lebih cepat karena terbawa dengan suasana mencekam yang ditawarkan film-film yang seringkali disandingkan dengan cerita detektif.

Dua penulis cerita detektif paling terkenal dalam sejarah mungkin adalah Sir Arthur Conan Doyle dengan Sherlock Holmesnya dan Agatha Christy dengan Hercule Poirot. Keduanya sudah menulis berpuluh judul buku detektif yang diadaptasi tahun ke tahun. Mereka menginspirasi banyak orang. Detektif, polisi, penjahat, pembunuh berantai, dan banyak lainnya.

Berbagai jenis cerita detektif itulah yang membuat penulis begitu antusias ketika Knives Out tayang. Ditambah dengan jajaran pemainnya yang gila! Bjntang semua! Ada Daniel Craig si James Bond generasi ini. Ada Chris Evans sang Captain America dan Human Torch. Ada Christopher Plummer yang sudah tidak diragukan lagi status legendanya. Ada Ana de Armas sang Bond Girl terbaru. Dan ada Toni Collete. Dan hasilnya? Boom! This movie is my 2019 favorite! I should watch it for the second time. The third probably.

Trio Cap, Bond, and Bond Girl in a Scene

Knives Out bercerita tentang misteri kematian Harlan Thrombey (Christoper Plummer), seorang novelis kaya raya yang juga meruapakan pemilik perusahaan penerbit dengan jangkauan 30 bahasa, pada hari ulang tahunnya yang ke-85. Meskipun kejadian ini diduga merupakan kasus bunuh diri, seseorang yang curiga dengan penyebab kematian Tuan Thrombey kemudian secara rahasia menyewa detektif kawakan Benoit Blanc (Daniel Craig) untuk menyelidiki kasus ini. Adapun Fran (Edi Patterson), salah satu asisten rumah tangga di rumah Harlan adalah orang yang pertama kali menemukan mayat pria 85 tahun itu. Sedangkan Marta Cabrera (Ana de Armas), pengasuh Harlan adalah saksi kunci dari kasus ini.

Penyelidikan pun dimulai. Berbagai petunjuk mengarah ke banyak potensi tersangka. Dimulai dari menantu Thrombey, Richard Drysdale (Don Johnson) yang pada hari itu sudah diancam oleh korban akan mengadukan perselingkuhannya Richard ke istrinya Linda Drysdale (Jamie Lee Curtis).

Kemudian ada putra bungsu Harlan, Walter Thrombey yang sebelumnya diberikan kepercayaan untuk mengurus perusahaan keluarga. Pada pesta malam itu, ia dipecat oleh Harlan karena perbedaan visi dalam menjalankan perusahaan. Ada pula menantu Harlan dari putranya Neil, Joni Thrombey (Toni Collete) yang diputus aliran dananya oleh Harlan akibat melakukan penggelapan dana selama empat tahun terakhir. Terakhir, ada cucu Harlan dari putrinya Linda, Hugh Ransom Drysdale (Chris Evans) yang terdengar bertengkar hebat dengan kakeknya malam itu.

Dari penyelidikan inilah cerita mengalir dengan berbagai kejutan yang bertumpuk-tumpuk dan detail cerita yang begitu memukau. Metode penyelidikan Blanc yang seperti beradu dengan 'rencana ceroboh sang pembunuh' yang mencoba menghilangkan jejaknya. Dan pembunuhnya adalah....

Blanc and Cabrera

Saya tidak sekejam itu. Saya tidak akan membocorkan ceritanya. Saya hanya akan menuliskan tentang ulasan filmnya secara mendalam. Dimulai dari yang paling kusuka, scoringnya. Scoring film ini benar-benar keren dan benar-benar melekat dengan adegan-adegan menegangkannya. Memberikan kesan misterius yang lebih lekat sekian ratus kali. Nathan Johnson, sang komposer benar-benar hampir sempurna dalam menerjemahkan adegan-per-adegannya dengan nada-nada yang pas.

Bagian lain yang saya suka dari Knives Out adalah dinamika kameranya ketika melakukan zoom super-ekstrem untuk menyorot mikroekspresi para aktornya. Terutama pada adegan interogasi, pergerakan kamera ini benar-benar ampuh dalam 'membingungkan' penonton.

Dari segi kualitas akting, hampir semua aktor-aktrisnya memberikan penampilan yang bagus dan sesuai dengan porsinya. Dominansi penampilan lah yang membedakan. Daniel Craig berhasil menanggalkan jubah James Bondnya dan bertransformasi menjadi Benoit Blanc, sang detektif. Chris Evans juga berhasil menanggalkan jubah Captain Americanya yang bijak dan menjadi Ransom yang tengil.

Calon lawan main Craig di film Bond tahun depan, Ana de Armaz lah yang menampilkan penampilan yang begitu mencuri perhatian. Mulai dari aksennya yang seksi dengan semburat Latinnya. Gerakan kikuknya yang menggemaskan, hingga mikroekspresinya yang tidak monoton. Entah mengapa, penampilan solid Arnaz semakin membuat semangat saya menontonnya sebagai Bond girl tahun depan semakin menggebu.

Bagian terbaik dari film ini tentu saja naskah Rian Johnson yang begitu solid dan penuh dengan plot-twist kelas tinggi. Memadukan berbagai teknik revealing cerita detektif, ia berhasil membuat film ini seperti surat cinta untuk cerita-cerita detektif. Menonton film ini bagaikan melihat karya-karya Agatha Christie dan Conan Doyle yang tayang ulang. Ryan Johnson bukan hanya memberikan twist. Ia menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar twist. Ia memelintir kepala penontonnya. Benar-benar memelintir.

Kasus Imigran di Amerika Serikat

Data Imigran Gelap di Amerika Serikat
Ada satu isu yang selalu panas di Amerika Serikat, mengenai banyaknya imigran gelap yang berdatangan ke negeri paman Sam itu. Presiden Donald Trump bahkan sudah secara serius melakukan pembangunan tembok pembatas antara AS dengan Meksiko untuk mengurangi imigran gelap itu.

Tak dapat dipungkiri bahwa asal utama para imigran gelap itu berasal dari negara di selatan AS. Meksiko dan negara-negara Amerika Latin. Di film ini, keluarga Marta adalah salah satu yang datang secara gelap ke AS dan menetap di sana tanpa adanya dokumen resmi. Plot ini adalah satu sumber konflik filmnya yang sebenarnya sangat menyentil.

Kasus imigran gelap di AS memang bukan perkara baru. Pada 2014, ada sekitar 12 jiwa yangvtermasuk di kategori ini. Dan tebak, negara apa yang paling banyak? Yup! Meksiko. Musuh utama Donald Trump. Menurut data juga, negara bagian yang paling banyak mendapat jatah imigran gelap adalah California.

Film ini menggunakan data ini untuk bermain dengan sedikit sarkas. Baik latar film, Massachussets dan negara yang 'disebut' sebagai negara asal Marta: Ekuador, Paraguay, Urugay, dan Brazil, tidak ada satu pun yang masuk lima besar daftar hitam itu. Mengejar kefiksiannya, itulah yang tampak di sini. Meskipun imigran gelap ini bukanlah fiksi.

Nasib Pembantu yang Sering Dilecehkan

the Thrombeys!

Ada dua orang pekerja yang bekerja untuk keluarga Thrombey yang tersorot dalam cerita. Yang pertama tentu saja Marta, pengasuh Harlan dan yang kedua, Fran sang penemu mayat. Keduanya terlihat diperlakukan dengan baik oleh keluarga Thrombey. Tetapi, sebenarnya mereka tidak benar-benar peduli.

Dimulai dari Marta. Saya menyoroti ketidak pedulian mereka lewat pernyataan mereka yang sering berbeda-beda dalam menyampaikan negara asal Marta. Total ada empat negara Latin yang disebutkan sebagai asal negara Marta. Dari banyak tokoh, terlihat hanya dua lah yabg benar-benar memerhatikan asal Marta, Harlan dan Meg. Sisanya? Pencitraan.

Sedangkan kepada Fran, karena cerita Fran yang tidak sedominan Marta, saya tidak terlalu bisa menilai itu. Ketidak pedulian yang benar-benar terlihat kepada Fran hanyalah dari Ransom. Hanya itu, tetapi itu susah lebih dari cukup untuk memberikan gambaran.

Dalam satu titik dalam cerita, ketidak pedulian ini terbukti dengan reaksi berlebihan keluarga Thrombey terhadap keputusan Harlan yang dianggap tidak masuk akal. Tetapi begitulah, mereka memang tidak peduli dengan urusan yang bukan urusan mereka. They just care about themself. That's the ironic truth.

Apakah ini sindiran untuk keluarga tajir melintir lainnya? Well, entahlah.

Budaya Populer yang Bercampur-Campur

dr. Watson from Sherlock!!!
Di awal tulisan ini, saya sudah menyebutkan kalau penulisan Rian Johnson di film ini begitu keren karena teknik revealingnya yang begitu rapi dalam mencampurkan gaya banyak penulis cerita detektif lain. Teapi, ada alasan lain saya menyukai gaya penulisan Johnson.

Untuk menilainya, saya ingin menegaskan kalau saya mungkin salah satu dari sedikit orang yang menyukai Star Wars Episode VIII karya Johnson. Saya sepakat soal penulisan Johnson yang rapi dan penuh dengan plot twist. Banyak orang mungkin kesal dengan cara Johnson memperlakukan tokoh seperti Luke Skywalker yang dinilai tidak 'Luke' sekali. Tetapi begitulah cara Johnson menulis ceritanya. Realistis bagi yang ingin memahami ceritanya. Ia adalah penulis cerita yang handal, dan Knives Out membuktikan itu sekali lagi.

Selain teknik penulisan cerita yang begitu rapi dan plot-twist yang tidak sekadar kejutan tak beresensi, Johnson juga menyelipkan berbagai easter egg yang meski tidak banyak, tetap terasa cukup. Ada singgungan langsung dengan Watsonnya Doyle dan Baby Drivernya Edgar Wright. Dan juga film ini secara keseluruhan merupakan persembahan istimewa bagi penggemar cerita detektif.

Hal lain yang juga disinggung secara halus pleh Johnson adalah mengenai gaya hidup sosialita yang berlebihan; perseteruan fasis-liberalis yang tidak pernah usai; dan singgungan tentang foto perselingkuhan yang saya lupa merujuk pada apa. Yeah, that's all wrapped.

Penutup

Knives Out adalah film yang begitu menyenangkan dengan berbagai aspek menonjol dalam filmnya. Penulisan Rian Johnson dan penampilan Ana de Armaz serta komposisi scoring Nathan Johnson adalah bagian-bagian terbaik di filmnya. You should watch this movie. It's one of the best movie in 2019. Adios.

Comments